TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menkeu Usul Tinjau Ulang Kewajiban 20 Persen Pendidikan di APBN

Perubahan penting agar APBN terjaga

Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Banggar, Selasa (27/8/2024). (IDN Times Triyan)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati meminta kepada Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memformulasi ulang anggaran wajib atau mandatory spending untuk pendidikan sebesar 20 persen.

Sri Mulyani mengatakan, alokasi anggaran pendidikan 20 persen selama ini berasal dari pos belanja padahal harusnya dialokasikan dari pendapatan negara.

"Kita lihat tahun-tahun sebelumnya kadang belanja naik tinggi banget, sehingga anggaran pendidikan harusnya naik. Tapi kenaikan yang tinggi itu bukan karena kita dapat duit banyak atau pendapatan besar yang kemudian belanja kita pakai untuk subsidi. Tapi karena memang waktu itu harga minyak naik, kurs turun sehingga belanja subsidi melonjak tinggi banget," ujar Sri Mulyani.

1. Saat terjadi gejolak ekonomi ada konsekuensi terhadap mandatory spending 20 persen

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia mencontohkan, pada 2022 saat terjadi kenaikan harga minyak dunia telah berdampak pada peningkatan beban subsidi. Subsidi BBM dalam APBN saat itu didesain sebesar Rp350 triliun, kemudian membengkak menjadi Rp550 triliun.

"Itu memberikan konsekuensi harus 20 persen dari anggaran pendidikan, ini yang menyulitkan dalam mengelola keuangan negara. Dalam artian bagaimana APBN tetap terjaga, defisit terjaga di bawah 3 persen, APBN terjaga sustainable. Tapi compliance terhadap 20 persen anggaran pendidikan itu tetap kita jaga," jelasnya.

Baca Juga: JK Kritik Sistem Merdeka Belajar: Pendidikan Indonesia Agak Lain

2. Realisasi anggaran pendidikan selalu di bawah ketentuan mandatory spending

Ilustrasi verifikasi PPDB di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Namun ia menyoroti, realisasi anggaran pendidikan yang selalu di bawah ketentuan mandatory spending. Sehingga, Kemenkeu telah membahas untuk mengubah basis perhitungan mandatory spending pendidikan yang sebesar 20 persen.

"Tapi kalau 20 persen dari belanja, di dalam belanja itu banyak ketidakpastian itu anggaran pendidikan menjadi 'koclak' ya, menjadi naik turun. Ini yang saya juga memahami banyak sekarang mempertanyakan mengenai sebetulnya pengalokasian anggaran pendidikan itu seperti apa," bebernya.

Dia melanjutkan, perubahan ini penting agar menteri keuangan memiliki ruang untuk melakukan manuver dalam menjaga APBN. Sebab APBN memiliki peran untuk merespons gejolak global guna melindungi perekonomian domestik.

Dengan demikian, ia meminta agar bendahara negara ke depan tetap menjaga APBN sustainable kredibel. Namun juga tetap memenuhi kebutuhan pembangunan dan patuh dalam konstitusi.

"Sehingga bagaimana menteri keuangan selanjutnya punya manuver tapi tetap transparan dan patuh terhadap konstitusi. Ini yang perlu kita bahas mengenai definisi anggaran pendidikan, terutama sumber untuk menghitung 20 persen," ujarnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya