TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemendag Kritisi Wacana Kemasan Rokok Polos, Picu Pemalsuan Produk

Wacana ini bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen

ilustrasi rokok (pexels.com/大其 王)

Intinya Sih...

  • Kemendag kritisi rencana Kemenkes terapkan kemasan rokok polos
  • Kebijakan ini melanggar perjanjian perdagangan global, termasuk WTO
  • Kemasan polos berpotensi membingungkan konsumen dan menciptakan celah bagi produk ilegal

Jakarta, IDN Times - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengkritisi rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menerapkan kemasan rokok polos. Alasannya, kebijakan ini dapat menghambat perdagangan dan mengurangi hak pemegang merek. 

Selain itu, hal ini berpotensi menciptakan inkonsistensi, mengingat Indonesia sebelumnya pernah menggugat kebijakan serupa.

Baca Juga: Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos, Ekonomi RI Bisa Hilang Rp308 T

1. Kemasan rokok polos beri tantangan yang berat bagi Indonesia

Ilustrasi Rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Negosiator Perdagangan Ahli Madya di Kementerian Perdagangan, Angga Handian Putra, mengatakan, kebijakan kemasan polos menawarkan tantangan yang kompleks bagi Indonesia.

Dia menjelaskan, kebijakan ini perlu dievaluasi secara menyeluruh agar tidak mengganggu perdagangan dan hak pemegang merek.

“Walaupun belum dilibatkan secara resmi, kita akan proaktif menghubungi unit terkait di Kementerian Kesehatan yang menangani ini. Secara regulasi kan artinya kemasan polos ini berbenturan dengan hak cipta dan merek dagang,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa (24/11/2024).

Baca Juga: Kemasan Rokok Polos Diterapkan, Penerimaan Pajak Bisa Susut 95 Persen

2. Kebijakan rokok polos berpotensi langgar perjanjian perdagangan

Tangkapan layar pencurian rokok

Ia menjelaskan, penerapan kebijakan kemasan rokok polos berpotensi melanggar perjanjian perdagangan global, termasuk yang diatur oleh WTO.

Kebijakan ini bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Kesepakatan Aspek Kekayaan Intelektual yang Terkait Perdagangan (Trade Related Aspect of Intellectual Property/TRIPs), terutama Pasal 20 yang melarang persyaratan yang mempersulit penggunaan merek dagang. 

Selain itu, kebijakan ini juga diduga melanggar Pasal 2 Ayat 2 dari Kesepakatan Hambatan Teknis Perdagangan (Technical Barrier to Trade/ TBT), yang mengharuskan negara anggota untuk tidak menghambat perdagangan lebih dari yang diperlukan.

Baca Juga: Industri Kreatif Bakal Terdampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos

3. Kemenkes diminta antisipasi dampak kemasan polos rokok

Ilustrasi perokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menjelaskan, Indonesia bersama Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, telah menggugat kebijakan kemasan rokok polos Australia ke WTO pada 1 Juni di Jenewa.

Namun, Kementerian Kesehatan berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPermenkes) yang mengatur kemasan polos untuk semua produk tembakau, termasuk rokok elektronik, berdasarkan PP Nomor 28/2024 yang baru disahkan. 

Kemasan rokok polos terdiri dari kotak berwarna seragam dengan peringatan kesehatan, tanpa logo atau jenis huruf khas merek yang menyulitkan perokok dalam menemukan produk sesuai preferensi mereka.

Menurutnya, penting untuk memastikan bahwa merek dagang tetap digunakan, karena merek berfungsi sebagai daya pembeda produk tembakau, membantu konsumen memilih antara produk premium dan non-premium, serta mencegah perdagangan ilegal dan pemalsuan.

Dia juga mengimbau Kementerian Kesehatan untmengantisipasi dampak sistemik dari kebijakan ini. Ada kemungkinan Indonesia dapat disengketakan oleh negara-negara anggota WTO lainnya yang memiliki kepentingan perdagangan, mengingat setiap negara memiliki kondisi, struktur pasar, dan perilaku konsumen yang berbeda.

“Kami berharap bahwa Kementerian Kesehatan dapat menyertakan juga dalam mengembangkan konsep kebijakan kemasan polos disertai dengan bukti-bukti ilmiah dan memperhatikan ketentuan-ketentuan WTO yang ada,” tegasnya.

4. Konsumen berisiko beri rokok palsu

ilustrasi bahaya asap rokok (www.pexels.com/Geri Tech)

Menurut Angga, tanpa elemen visual yang dikenal, konsumen terpaksa berhadapan dengan kemasan yang membingungkan dan kehilangan informasi penting yang biasanya membantu dalam memilih produk. 

Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, dengan hilangnya ciri khas desain, konsumen berisiko membeli produk yang ilegal atau palsu.

"Ini bertentangan dengan hak perlindungan konsumen yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yaitu rokok sebagai produk legal seharusnya mendapatkan perlindungan yang memadai, bukan justru diperumit oleh kebijakan yang tidak efektif," ucap Agung.

Sementara, menurut Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Afifudin, kebijakan kemasan polos tersebut nantinya akan membuat Bea Cukai bingung dalam penempatan pita cukai karena Permenkes ingin gambar peringatan kesehatan yang ada di kemasan rokok tidak boleh terhalang apa pun.

Padahal pita cukai adalah salah satu penanda penting bahwa produk rokok tersebut adalah produk resmi atau palsu.

"Artinya, kebijakan ini tampaknya bukan hanya menyulitkan konsumen tetapi juga menciptakan celah bagi produk ilegal tanpa pita cukai atau dengan pita cukai palsu," jelasnya.

Pada akhirnya, upaya pemerintah menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan ini pun tidak juga tercapai. Afif juga menjelaskan, kebijakan ini seolah memberi tempat lebih bagi rokok ilegal, serta menghancurkan rokok legal. 

Baca Juga: DPR Curiga Ada Intervensi Perusahaan Rokok Global dalam RPMK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya