TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jumlah Pabrik Turun, GAPRI Sebut Industri Kretek Nasional Terancam

Penyusunan PP 28/2024 dinilai tidak transparan

(IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya Sih...

  • Perkumpulan GAPPRI menilai PP 28/2024 berdampak ganda terhadap industri kretek nasional legal.
  • Penyusunan PP 28/2024 dianggap tidak transparan dan tanpa partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan.
  • Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek lain seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, dan keberlangsungan hidup petani tembakau.

Jakarta, IDN Times - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal.

Ketua umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan mengatakan, ruang lingkup Pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429-463 dalam PP 28/2024 akan mengancam kedaulatan negara.

“Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan," jelasnya, Jumat (30/8/2024). 

Baca Juga: Dibatasi Jual Rokok, Separuh Lebih Toko Kelontong Bisa Gulung Tikar

1. Penyusunan PP 28 dinilai tidak transparan

baderscott.com

Merujuk kajian GAPPRI, proses penyusunan PP 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, karena tidak transparan dan tanpa partisipasi masyarakat serta pemangku kepentingan.

Menurut dia upaya pemerintah memperketat regulasi dengan memberlakukan PP 28/2024 khususnya Pasal 429 - 463 selain mematikan pabrik rokok kretek legal, dampak sosialnya juga bertambah.

Penyerapan tembakau dan cengkeh dalam negeri akan menurun tajam serta dampak negatif sangat besar bagi kesejahteraan petani tembakau, cengkeh, pekerja logistik, pedagang dalam negeri dan kehilangan nafkah di sepanjang mata rantai nilai industri kretek legal nasional.

Menurutnya, industri kretek legal nasional sudah dalam kondisi rentan yang terlihat dari turunnya jumlah pabrik dari 4.000 di 2007 menjadi 1.100 pabrik di 2022.

"Pemerintah perlu bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial," ujarnya.

2. Indonesia berpotensi kehilangan penerimaan dari CHT

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Namun di sisi lain, Indonesia juga akan kehilangan penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) konvensional yang sangat besar, dan akan dibarengi dengan massifnya peredaran rokok ilegal.

GAPPRI juga mencatat, PP 28/2024 disinyalir melanggar Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang penghormatan hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) warga negara dengan masing-masing profesinya.

Baca Juga: Dibatasi Jual Rokok, Separuh Lebih Toko Kelontong Bisa Gulung Tikar

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya