TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ekonom Desak BI Pangkas Suku Bunga Acuan

Suku bunga acuan BI saat ini di level 6,25 persen

Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan BI (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI7DRR) di level 3,5 persen (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta Bank Indonesia (BI) segera memangkas suku bunga acuan atau BI-rate yang saat ini masih bertahan di level 6,25 persen.

Level suku bunga acuan ini pun sudah bertahan selama 5 bulan. Alhasil diperlukan langkah untuk segera menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, tensi global sudah memberikan sinyal membaik.

1. BI tak perlu mengekor kebijakan suku bunga negara maju

pixabay.com/geralt

Ekonom sekaligus Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengatakan, dengan perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memberikan sinyal kuat untuk menurunkan suku bunga atau Fed Fund Rate (FFR) perlu disambut oleh BI

Ia pun mengingatkan agar BI tak perlu selalu menunggu aksi dari negara-negara maju untuk berani mengambil kebijakan moneternya yang lebih ekspansif. Namun tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini global.

"Dengan perkembangan ekonomi AS dan posisinya semakin terlihat hilal penurunan Fed Fund Rate Itu harus kita (BI) sambut jangan telalu lama menunggu action negara maju," tegasnya dalam diskusi bertajuk Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis (12/9/2024). 

Baca Juga: Bank Tabungan Bersama: Pengertian, Layanan, Fungsi dan Aturannya

2. Inflasi AS dan tensi geopolitik mulai mereda

Ilustrasi inflasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Ia menjelaskan ada beberapa faktor yang mendorong BI harus segera menurunkan suku bunganya. Pertama, inflasi AS yang cenderung menurun di level 2,5 persen.

Hal ini pun menjadi indikasi kuat untuk FFR akan mulai dipangkas. Adapun suku bunga The Fed sekarang di level 5,5 persen.

"Suku bunga acuan AS masih tinggi 5,5 persen jadi kecenderungan kebijakan moneter di Indonesia itu menjaga selisih atau spread suku bunga. Agar suku bunga tidak di bawah FFR, jadi kalau suku bunga The Fed naik kita juga naik lebih tinggi dan kalau stay kita juga stay," ungkapnya.

Lebih lanjut, tensi geopolitik yang mulai mereda, meskipun pada sejumlah isu konflik masih terjadi, namun kecenderungannya mulai menurun. Hal ini membuka ruang untuk momentum menggerakan sektor riil.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya