BI Sumbang US$34 Juta untuk Program Pengentasan Kemiskinan IMF
RI berperan tingkatkan resiliensi ekonomi global
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia menyampaikan kesanggupannya untuk mendukung program IMF untuk pengentasan kemiskinan yakni Poverty Reduction and Growth Trust (PRGT). Ini merupakan wujud solidaritas internasional untuk membantu negara berpenghasilan rendah dan komitmen anggota G20.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan kontribusi BI pada program IMF sebesar special drawing right (SDR) 26 juta. Kontribusi ini akan dipenuhi dari perolehan bunga penempatan deposito Bank Indonesia yang ditempatkan di IMF.
Dilansir dari situs resmi IMF, Special Drawing Rights (SDR) atau Hak Penarikan Khusus adalah aset cadangan mata uang asing pelengkap yang ditetapkan oleh IMF pada 1969. Kemudian 1 SDR sama dengan 1,31 dolar AS, dengan demikian SDR 26 juta setara dengan 34,06 juta dolar AS atau setara Rp510,9 miliar (asumsi 1 dolar AS=Rp15 ribu).
"Bantuan tersebut bertujuan untuk membantu negara berpenghasilan rendah untuk mencapai stabilitas ekonomi guna mengurangi kemiskinan, yang diberikan antara lain kepada negara Afrika serta beberapa negara anggota konstituensi South East Asia Voting Group (SEAVG) seperti Laos, Tonga dan Nepal, yang mana Indonesia merupakan anggota," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (12/10/2023).
Baca Juga: Indonesia Serukan Tatanan Ekonomi Dunia Baru, World Bank-IMF Usang!
1. Indonesia miliki peran tingkatkan resiliensi perekonomian global
Menurut Perry, Indonesia memiliki peran untuk turut meningkatkan resiliensi perekonomian global, yang pada akhirnya berpotensi memberikan dampak positif kepada perekonomian nasional.
Sebagai informasi, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati menghadiri Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (FMCBG) ke empat, yang diselenggarakan pada 10-15 Oktober 2023 di Marakesh, Maroko.
Pertemuan ini menyoroti pemulihan ekonomi global yang berlangsung lambat atau tidak berimbang. Alhasil, aktivitas global belum kembali pada level prapandemik.
"Perlu mendorong penggunaan bauran kebijakan bank sentral yang tidak bertumpu pada satu instrumen kebijakan saja, tapi juga mengombinasikan berbagai kebijakan yaitu kebijakan suku bunga, kebijakan makroprudensial dan kebijakan stabilitas nilai tukar," ujar Perry.
Dalam pertemuan itu, Indonesia juga menjelaskan strateginya dalam menghadapi tekanan inflasi yang berasal dari sisi supply maupun dari sisi demand. "Dengan koordinasi kuat antara otoritas moneter dan fiskal," imbuhnya.
Baca Juga: BI Ungkap Dampak Krisis Properti China ke Ekonomi Global
Baca Juga: Ekonomi Global Lesu, Ekonomi RI Justru Ngegas di Kuartal II