TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Artis-Influencer Terima Barang Endorse Kini Kena Pajak Natura!

Ketentuannya ada dalam Peraturan Menteri Keuangan 66/2023

Media Briefing Pajak Juli 2023. (IDN Times/Triyan)

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan produk endorse yang diterima artis atau influencer, digolongkan menjadi objek natura atau kenikmatan. Dengan demikian endorsement dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) mulai 1 Juli 2023.

Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama mengungkapkan barang endorsement juga merupakan imbalan sehingga tergolong sebagai objek pajak. Yoga menegaskan DJP tidak mengatur batasan nominal pengenaan pajak natura dari hasil endorsement.

"Artis kan dibayar itu sebenarnya kan imbalan juga, artinya penghasilan. Misalnya dia dibayar Rp10 juta, tapi dibayar satu pack kosmetik yang nilainya juga Rp1 juta. Itu tidak kita kecualikan karena itu murni penghasilan dalam hubungan antarjasa," tutur Hestu di Kantor Pusat DJP Kemenkeu, Jakarta Selatan, Kamis (6/7/2023).

Hal itu sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh Dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

Baca Juga: Jasa Endorsement Kena Pajak Natura, Begini Penjelasannya!

Baca Juga: Fasilitas Golf Kena Pajak Natura, Efektif Mulai Semester II

1. Jika barang tidak menjadi hak milik artis atau influencer, maka tidak kena pajak

ilustrasi endorse makanan (pexels.com/SHVETS production)

Meski demikian, barang-barang yang menjadi bagian dari proses pekerjaan dan tidak menjadi hak milik artis atau influencer tidak dikenakan pajak natura. Misalnya, artis hanya menggunakan produk dari sebuah perusahaan di lokasi syuting, maka barang tersebut tidak dikenakan pajak oleh pemerintah.

"Tapi kalau saat ini, misal pakai lipstik di tempat syuting gak dibawa pulang, masa dihitung? Ya gak lah. Kalau yang dibawa sekoper nilainya Rp10 juta, ya masa enggak kena pajak," tegas Yoga.

Berdasarkan pasal 3 ayat 1, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan (Pph).

Kemudian pada pasal 3 ayat 3 dijelaskan, penggantian atau imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antar Wajib Pajak (WP).

Baca Juga: Menkeu Rilis Aturan Fasilitas Kantor Kena Pajak, Ini Rinciannya 

2. PMK/66/2023 mengatur kepantasan

Kemenkeu.go.id

Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menegaskan PMK Nomor 66 Tahun 2023 tidak semata-mata menyasar kaum pekerja elite alias eksekutif, tapi lebih bicara mengenai kepantasan dari barang yang menjadi objek. 

Di sisi lain, aturan ini juga memberikan kepastian hukum dan keadilan perlakuan PPh atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa.

"Mengenai batasan, kami bicara kepantasan. Saya enggak memunculkan cerita yang disasar siapa. Kan pemberi dan penerima kerja dilihat berapa pantasnya. Kalau dirasa enggak pantas, kami lihat lagi (evaluasi)," tegas Suryo.

"Kami nyasar pemberiannya, bukan orangnya. Karena eksekutif itu variatif, perusahaan besar dengan kecil berbeda yang kami dudukan itu nilai dari pemberian yang diberikan perusahaan ke karyawan atau pekerja dari perusahaan yang bersangkutan. Yang kami coba batasi adalah besaran, kepantasan yang kami berikan. Level eksekutif itu macam-macam, ada direktur, manajer," tambahnya. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya