TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tahan Harga BBM Butuh Rp198 Triliun, Menkeu: Suruh Ngutang?

Harga jual BBM jauh di bawah harga sebenarnya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi.

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa dibutuhkan tambahan anggaran Rp198 triliun untuk menahan harga Pertalite maupun Solar subsidi. Jika harga BBM subsidi tidak dinaikkan, Sri Mulyani pun mempertanyakan dari mana anggarannya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan bahwa pemerintah tidak mencabut subsidi energi Rp502 triliun yang sudah ditetapkan oleh pemerintah atas persetujuan DPR RI. Hanya saja, jika harga BBM tidak dinaikkan, anggaran tersebut akan habis.

"Ya kan, ya ini pertanyaannya 'Ibu mau nambah (anggaran subsidi) apa enggak' gitu? Kalau nambah dari mana anggarannya? suruh ngutang? ya kan," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Kamis (25/8/2022).

Baca Juga: Rencana Kenaikan Harga BBM, Airlangga Sebut Masih Bahas soal Bansos

Baca Juga: Luhut Kabarkan BBM Bakal Naik, Komisi VII DPR: Ceroboh, Tak Manusiawi!

1. Subsidi harus ditambah karena harga keekonomian BBM mengalami kenaikan

Pertalite. (Dok. Pertamina)

Dia menjelaskan bahwa anggaran subsidi harus ditambah untuk tidak menaikkan harga Pertalite dan Solar. Itu mau tak mau harus dilakukan karena naiknya harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

Ditambah pula terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah, alias melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar AS. Itu turut membuat Indonesia harus membayar lebih mahal atas minyak yang diimpor.

"Itu kan nambah lagi jadinya karena minyaknya masih juga diimpor," sebut Sri Mulyani.

Baca Juga: Suntikan Anggaran Subsidi Belum Pasti, Harga BBM Jadi Naik?

2. APBN menanggung selisih harga keekonomian BBM cukup besar

ilustrasi harga BBM (IDN Times/Aditya Pratama)

Dia menerangkan, pada Januari sampai Juli ini, harga rata-rata dari ICP adalah 105 dolar AS per barel, lebih tinggi 5 dolar AS dari asumsi sebelumnya. Sementara harga jual Solar tetap Rp5.150 per liter.

"Padahal kalau harganya dengan menggunakan ICP 100 (dolar AS) dengan nilai tukar Rp14.450, harga keekonomiannya itu Solar itu harusnya di Rp13.950. Jadi bedanya antara harga sebenarnya dengan harga yang berlaku di kita itu rp8.300 per liter," tuturnya.

Demikian pula Pertalite yang saat ini harga jualnya di SPBU adalah Rp7.650, sedangkan harga keekonomiannya adalah Rp14.450 sehingga selisih harganya ditanggung menggunakan APBN dalam bentuk subsidi kompensasi.

"Pertalite harga di pompa bensin Rp7.650 per liter. Kalau ICP 100 (dolar AS per barel) dengan nilai tukar Rp14.450 maka harga Pertalite yang seharusnya itu adalah di Rp14.450 per liter, kita jualnya hanya Rp7.650. Perbedaan yang sebesar Rp6.800 itu yang harus kita bayar ke Pertamina. Itulah yang disebut subsidi kompensasi," ujar Sri Mulyani.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya