TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rupiah Anjlok Sore Ini Imbas Ancaman Perang Dagang AS-China

Rupiah melemah 55 poin di penutupan perdagangan

ilustrasi rupiah melemah (IDN TImes/Aditya Pratama)

Intinya Sih...

  • Rupiah melemah 55 poin terhadap dolar AS, mencapai Rp16.155 per dolar AS.
  • JISDOR juga menunjukkan pelemahan rupiah sebesar 31 poin, berada di posisi Rp16.160 per dolar AS.
  • Ancaman pembatasan AS terhadap China dan komentar Donald Trump menambah ketidakpastian di pasar regional.

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (18/7/2024), tercatat di posisi Rp16.155 per dolar AS.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Bloomberg, nilai tukar mata uang Garuda mengalami pelemahan sebesar 55 poin atau 0,34 persen dari posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga, Rupiah Menguat Libas Dolar AS ke Rp16.100

1. Rupiah melemah di JISDOR ke Rp16.160 per dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga melemah pada perdagangan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Kamis ini. Berdasarkan data yang dirilis BI, rupiah berada di posisi Rp16.160 per dolar AS.

Posisi tersebut menunjukkan pelemahan rupiah dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.129 per dolar AS pada Rabu, 17 Juli 2024. Dengan demikian, rupiah melemah sebesar 31 poin.

2. Ancaman perang dagang AS-China meningkatkan kekhawatiran

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, ancaman pembatasan AS terhadap China meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang baru antara kedua negara.

Komentar dari calon presiden Partai Republik, Donald Trump, tentang belanja pertahanan AS di Taiwan juga menambah ketidakpastian di pasar regional.

“Ancaman pembatasan AS terhadap Tiongkok meningkatkan kekhawatiran atas perang dagang baru antar negara,” ujar Ibrahim.

Langkah tersebut bisa jadi merupakan bagian dari upaya pemerintahan Biden untuk membatasi akses China terhadap kemajuan dalam kecerdasan buatan dan teknologi pembuatan chip.

Hal itu berpotensi memicu tindakan balasan keras dari Beijing, dan memunculkan kembali ketegangan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu.

Laporan tersebut muncul di tengah kekhawatiran atas melambatnya pemulihan ekonomi China, terutama setelah data produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya