Pengusaha Gugat Pajak Hiburan 75 Persen ke MK
Minta kembali ke aturan lama
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) mendaftarkan uji materi Pasal 58 Ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
GIPI menyatakan penetapan tarif pajak hiburan pada pasal tersebut tidak berdasarkan prinsip-prinsip yang tepat dan berpotensi menyebabkan diskriminasi terhadap pelaku usaha hiburan.
Mereka berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut pasal tersebut untuk menghindari dampak negatif terhadap industri hiburan, khususnya terkait pemulihan pariwisata pasca pandemik COVID-19.
Baca Juga: Efek Domino Pajak Hiburan 75 Persen, Perusahaan Merugi hingga PHK
1. Minta tak ada perbedaan dalam penetapan pajak untuk bisnis hiburan
DPP GIPI mendaftarkan uji materi itu ke MK pada Rabu (7/2/2024), pukul 14.00 WIB. DPP GIPI dipimpin Ketua Umum GIPI Hariyadi BS Sukamdani bersama kuasa hukum DPP GIPI Muhammad Joni, Managing Partner Law Office Joni & Tanamas dan Pengurus DPP GIPI serta pelaku usaha hiburan.
Pihaknya mengajukan permohonan ke MK untuk menguji Pasal 58 Ayat (2), yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa antara 40 persen hingga 75 persen. DPP GIPI berharap MK menghapus Pasal 58 Ayat (2) agar PBJT untuk jasa kesenian dan hiburan seragam, yaitu antara 0-10 persen.
“Maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha jasa kesenian dan hiburan,” kata Hariyadi dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Baca Juga: Pemerintah Persilakan Pengusaha Gugat Aturan Pajak Hiburan ke MK