TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengembangan Pertamax Green Terkendala Pasokan Etanol

Lahan tebu terbatas

Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempertimbangkan ketersediaan pasokan etanol di dalam negeri untuk mengakselerasi produk bioetanol, campuran BBM dan etanol.

Saat ini, Pertamina mulai mengembangkan produk bioetanol dengan meluncurkan secara terbatas Pertamax Green 95. Ini adalah BBM jenis Pertamax (RON 92) yang dicampur dengan etanol. Tahun depan, Pertamina juga berencana meluncurkan Pertamax Green 92 dari campuran Pertalite (RON 90) dan etanol.

Untuk itu, perlu dipastikan bahwa pasokan etanol di dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Etanol sendiri bersumber dari molases tebu.

"Kalau bioetenol kita punya gak lahan sebesar seperti sawit itu kan? Itu yang harus kita perhatikan, harus realistis," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, ditemui di dalam acara Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Park Hyatt Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Baca Juga: Program B35 Bisa Hemat Devisa RI hingga US$10,75 Miliar

1. Pemerintah ambil inisiatif untuk meningkatkan pasokan etanol

Ilustrasi perkebunan tebu (sei.org)

Indonesia terbilang sukses mengembangkan biodiesel yang merupakan campuran antara solar dan minyak kelapa sawit. Saat ini, pengembangannya sudah sampai B35, yakni percampuran 35 persen minyak sawit dan 65 persen solar.

Kesuksesan tersebut tidak terlepas dari berlimpahnya bahan baku kelapa sawit di Indonesia. Agar bioetanol bisa mengikuti jejak yang sama, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).

"Serta melakukan studi pemanfaatan batang kelapa sawit tua dan sorgum manis untuk memproduksi bioetanol agar produksinya tidak bersaing dengan bahan baku pangan, pakan, dan pupuk," tuturnya.

2. Pemanfaatan bioetanol sempat menghadapi kendala

Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)

Pemerintah sebenarnya sudah pernah mengimplementasikan bahan bakar bioetanol atau BBM campuran etanol dalam skala kecil pada periode 2008 hingga 2009, dan pada periode 2015 hingga 2016.

Namun, program tersebut harus dihentikan karena sejumlah faktor, yaitu tingginya biaya bahan baku hingga bahan baku yang tidak berkelanjutan karena rendahnya kapasitas produksi. Selain itu, terjadi konflik dengan penggunaan etanol untuk pemakaian nonbahan bakar. Ditambah, tidak adanya insentif.

Saat ini, Pertamina sudah melakukan uji pasar atas penjualan Pertamax Green 95, yakni BBM jenis Pertamax 92 yang dicampur dengan 5 persen etanol. Itu baru diuji coba di 5 SPBU di Jakarta dan 10 SPBU di Surabaya.

"Dan sekarang, dengan tujuan untuk memulai kembali mandat bioetanol, kami sedang mempersiapkan uji coba pasar untuk pencampuran bioetanol di Jawa Timur yang rencananya akan diluncurkan pada kuartal ketiga tahun ini," ujar Tutuka.

Baca Juga: Arti Kode SPBU Pertamina, 31, 34, dan 54, Gak Semua Milik Pertamina!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya