TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mata Uang Rupiah Menguat Tipis Pagi Ini, Bisa Bertahan Seharian?

Menguat 5 poin pada pembukaan perdagangan

Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah menguat tipis ke Rp15.320 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan, Selasa (22/8/2023) pagi.

Seperti dikutip dari Bloomberg, rupiah menguat 5 poin atau 0,03 persen pada pembukaan perdagangan. Hingga pukul 09.13 WIB, rupiah belum menunjukkan penguatan berarti, baru mencapai 7 poin atau 0,05 persen ke Rp15.318.

Sebelumnya, kurs rupiah melemah sebanyak 35 poin atau 0,23 persen ke Rp15.325 per dolar AS pada penutupan perdagangan, Senin (21/8/2023).

Baca Juga: Kenapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Jawabannya

Baca Juga: 3 Jurus Bank Indonesia Demi Stabilkan Nilai Tukar Rupiah

1. Penguatan rupiah diperkirakan tak bertahan seharian

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, rupiah dibuka menguat pagi ini mengikuti penguatan nilai tukar regional terhadap mata uang dolar AS, dan pergerakan positif di indeks saham Asia pagi ini.

Hanya saja, secara keseluruhan, tekanan dolar terhadap rupiah masih tinggi karena tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS terus mengalami kenaikan. Bahkan, tingkat imbal hasil 10 tahun naik ke level yang belum pernah disentuh sejak 2007.

Kenaikan yield AS tersebut, kata Ariston berkaitan dengan ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) kemungkinan masih mempertahankan suku bunga tinggi. Sebab, data inflasi AS belum menyentuh target 2 persen.

"Oleh karena itu, rupiah mungkin dibuka menguat tapi bisa berakhir melemah karena faktor yield AS tersebut," tambahnya.

Baca Juga: Harga Nominal: Pengertian, Nilai Tukar dan Harga Saham

2. Kekhawatiran naiknya suku bunga AS bikin dolar di atas angin

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, dolar AS perkasa dalam perdagangan kemarin karena kekhawatiran atas kenaikan suku bunga bank sentral AS, menyusul inflasi yang masih tinggi dan data pasar tenaga kerja.

"Federal Reserve juga baru-baru ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar pembuat kebijakan mendukung suku bunga yang lebih tinggi, dengan analis memperkirakan penurunan suku bunga hanya tahun depan," tuturnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya