TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Konsumen Vape Tolak Kemasan Polos, Ini Saran Buat Pemerintah

Pemerintah diharap tak buat aturan yang merugikan

ilustrasi vape (pexels.com/kikx bulacan)

Intinya Sih...

  • Konsumen produk tembakau alternatif kritik aturan pemerintah tentang kemasan produk tembakau dalam RPMK.
  • Aturan polos untuk kemasan produk tembakau dianggap hanya mempertimbangkan aspek kesehatan dan mengabaikan faktor lain.
  • Pemerintah diminta membuat aturan yang membedakan produk tembakau alternatif dari rokok, serta melibatkan semua pemangku kepentingan.

Jakarta, IDN Times - Konsumen produk tembakau alternatif mengkritik aturan pemerintah tentang kemasan produk tembakau alternatif yang diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), sebagai turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang UU Kesehatan.

Aturan tersebut mengharuskan kemasan polos (plain packaging) untuk produk tembakau dan rokok elektronik, merujuk pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meskipun Indonesia belum meratifikasinya.

Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI), Wiratna Eko Indra Putra menyatakan kecewa, karena aturan tersebut hanya mempertimbangkan aspek kesehatan dan mengabaikan faktor lain.

"Pengesahan regulasi tersebut jelas mempersulit akses konsumen dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko," kata Wiratna dalam keterangan, Senin (16/9/2024).

Baca Juga: Australia Resmi Larang Penjualan Vape Kecuali di Apotek

1. Pemerintah diminta bedakan aturan produk tembakau alternatif dan rokok

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia berharap, pemerintah membuat aturan yang membedakan produk tembakau alternatif dari rokok. Terlebih, kata dia, sesuai hasil berbagai kajian ilmiah, baik dari dalam maupun luar negeri, menunjukkan produk tembakau alternatif memiliki risiko lebih rendah.

Wiratna juga menekankan pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan agar aturan yang dibuat tidak memberatkan salah satu pihak.

"Salah satu tujuan produk tembakau alternatif adalah mengurangi risiko penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Selain itu, perokok dewasa diberikan pilihan yang lebih rendah risiko untuk meningkatkan kualitas hidupnya," papar dia.

Pemerintah juga diminta belajar dari negara maju seperti Inggris, yang berhasil menekan angka perokok dengan produk tembakau alternatif, serta mendorong kajian ilmiah lokal yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

2. Partisipasi publik dibutuhkan agar kebijakan pemerintah tak berat sebelah

Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Pengamat kebijakan UIN Syarif Hidayatullah, Fathudin Kalimas menyatakan, partisipasi publik dalam penyusunan PP 28/2024 harus inklusif dan melibatkan semua pihak, terutama yang terdampak, agar tidak berat sebelah.

Jika pemangku kepentingan terkait tidak dilibatkan, menurutnya aturan tersebut bisa kehilangan legitimasi dan efektivitas, serta mengabaikan kepentingan pihak tertentu.

Fathudin juga menyoroti potensi dampak negatif aturan tersebut terhadap UMKM, industri kreatif, dan periklanan, meski pemerintah berfokus pada pengembangan UMKM.

"Padahal, pemerintah semangatnya justru mencetak UMKM secara masif, kebijakan ini tentu berpotensi menggerus sektor tersebut," ujarnya.

Dia menyarankan judicial review di Mahkamah Agung jika hak-hak diabaikan. Selain itu, Fathudin menilai PP 28/2024 terlalu restriktif dan bisa menghambat perokok dewasa beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya