TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indonesia Pakai Pendanaan JETP, Tidak Akan Jadi Jebakan Utang Baru?

Pemerintah pastikan sesuai kebutuhan

Pembukaan Sekretariat JETP di Kementerian ESDM. (dok. Kedubes AS Jakarta)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah menjamin pendanaan transisi energi melalui Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) tidak akan menjadi jebakan utang buat Indonesia.

Berdasarkan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang dirilis pemerintah Indonesia bersama JETP, Indonesia membutuhkan pendanaan sebesar 97,3 miliar dolar AS untuk menghijaukan sistem ketenagalistrikan on-grid di tanah air mulai 2023 hingga 2030.

"Kalau dari kami, kita pasti akan menjaga supaya jangan sampai nanti kita dipaksa melakukan sesuatu yang kita tidak butuhkan," kata Ketua Tim Pelaksana Satuan Tugas Transisi Energi Nasional, Rachmat Kaimuddin ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Baca Juga: Dokumen Investasi JETP Dirilis, Erick Tak Mau Cuma Jadi Kertas

1. Pemerintah akan tarik pendanaan JETP sesuai kebutuhan

Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Rachmat yang juga menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves mengatakan, pemerintah akan membangun infrastruktur ketenagalistrikan sesuai kebutuhan.

"Kita jangan bikin sesuatu yang kita gak perlu, atau jangan bikin sesuatu yang gak produktif. Itu yang perlu kita jaga di sini. Selama untuk kebutuhannya produktif, menghasilkan nilai tambah, ya gak apa-apa pakai utang, tapi kalau gak, ya jangan," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Masih Kaji Draf Dokumen Pendanaan JETP Rp300 Triliun

2. Utang untuk memenuhi kebutuhan ketenagalistrikan

Petugas PLN memeriksa keandalan jaringan listrik. (dok. PLN)

Bagaimanapun, kata dia, Indonesia butuh pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi. Untuk itu, menurutnya, Indonesia otomatis butuh investasi dan salah satu cara memenuhi kebutuhan investasi melalui utang.

Komposisi pendanaan JETP sendiri, terdiri atas pendanaan non-konsesi 1,59 miliar dolar AS, pendanaan konsesi 6,94 miliar dolar AS, investasi ekuitas 384,5 juta dolar AS, hibah dan bantuan teknis 295,4 juta dolar AS, penjaminan 75 juta dolar AS, penjaminan multilateral 2 miliar dolar AS, serta bentuk lainnya 270,3 juta dolar AS.

"Kalau butuh pembangkit pasti butuh investasi. Dan biasanya investasi pasti ada utangnya, juga segala macam," tambah Rachmat.

Baca Juga: Hijaukan Pembangkit Listrik, RI Butuh Rp1.505 Triliun hingga 2030

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya