TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Indeks Aktivitas Manufaktur Indonesia Kontraksi 2 Bulan Beruntun

Produksi dan pesanan baru anjlok

Ilustrasi pabrik. (ELEVATE/pexels)

Intinya Sih...

  • PMI manufaktur Indonesia turun di bawah 50,0 untuk bulan kedua berturut-turut
  • Penurunan produksi dan pesanan baru mencapai laju kontraksi terburuk sejak Agustus 2021

Jakarta, IDN Times - Laporan terbaru Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan ekonomi manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan pada Agustus 2024.

Penurunan tersebut tercermin dalam penurunan produksi dan pesanan baru yang semakin tajam dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun demikian, tingkat keyakinan terhadap prospek ke depan tetap positif, meski sedikit melemah sejak Juli.

Indeks PMI Manufaktur Indonesia tercatat berada di bawah batas 50,0 untuk bulan kedua berturut-turut, menandakan tidak adanya perubahan signifikan dalam kondisi ekonomi.

Pada Agustus, PMI turun ke angka 48,9 dari 49,3 di bulan sebelumnya, mengindikasikan penurunan kondisi operasional yang paling tajam dalam tiga tahun terakhir.

"Penurunan dalam ekonomi manufaktur Indonesia semakin intensif selama bulan Agustus," kata Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence Paul Smith dalam laporannya, Senin (2/9/2024).

1. Penurunan ekspansi manufaktur berimbas PHK

Ilustrasi PHK. (IDN Times/Aditya Pratama)

Laporan tersebut juga menunjukkan penurunan produksi dan pesanan baru mencapai laju kontraksi terburuk sejak Agustus 2021. Kondisi itu dipicu oleh lemahnya permintaan pasar yang dilaporkan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, serta penurunan pesanan luar negeri yang semakin cepat.

Beberapa perusahaan melaporkan tantangan dalam pengiriman global turut membebani penjualan mereka. Penurunan tersebut juga berdampak pada sektor ketenagakerjaan.

S&P Global melaporkan beberapa perusahaan manufaktur di Indonesia mengurangi jumlah karyawan alias melakukan pemutusan mereka untuk bulan kedua berturut-turut, meskipun penurunannya tergolong marginal.

"Tidak mengherankan, perusahaan merespons dengan mengurangi jumlah karyawan, meskipun banyak yang menekankan bahwa ini bersifat sementara," ujar Paul Smith.

Beberapa perusahaan memilih untuk tidak menggantikan karyawan yang keluar atau memberlakukan PHK, sementara karena penurunan penjualan dan produksi. Selain itu, penurunan pekerjaan yang tertunda selama tiga bulan berturut-turut menunjukkan perusahaan mampu mengelola beban kerja mereka dengan baik.

Baca Juga: Kelas Menengah Menyusut, Manufaktur Diklaim Bisa Jadi Penopang Ekonomi

2. Ada beragam tantangan yang dihadapi perusahaan

Ilustrasi pabrik. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam hal aktivitas pembelian, perusahaan dilaporkan sedikit menguranginya pada Agustus, dengan lebih memilih memanfaatkan persediaan yang ada. Akibatnya, stok input mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun, dengan laju penurunan terbesar sejak Agustus 2021.

Sebaliknya, stok barang jadi justru meningkat untuk bulan kedua berturut-turut, mencerminkan kejutan produsen atas lemahnya penjualan.

Tantangan logistik pengiriman dilaporkan sebagai salah satu faktor yang memperburuk kinerja pemasok, di mana waktu tunggu rata-rata diperpanjang untuk bulan kedua berturut-turut dan mencapai tingkat terpanjang sejak Mei 2022.

Kendala di sisi pasokan juga berkontribusi terhadap kenaikan harga bahan baku, yang tetap tinggi meskipun inflasi harga input secara keseluruhan melunak ke level terendah dalam sepuluh bulan terakhir. Perusahaan pun terus menaikkan harga output mereka secara moderat, memperpanjang periode inflasi selama 14 bulan berturut-turut.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya