TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ekonomi China Lesu Bikin Kontraksi Aktivitas Manufaktur RI

Ekspor ke Negeri Tirai Bambu tersendat

Ilustrasi pabrik. (ELEVATE/pexels)

Intinya Sih...

  • PMI manufaktur Indonesia turun ke angka 49,3 pada Juli 2024, di bawah level kontraktif 50.
  • Perlambatan ekonomi China menjadi penyebab utama kontraksi, mempengaruhi penurunan permintaan ekspor produk Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengungkapkan aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi akibat perlambatan ekonomi China. Data terbaru S&P Global menunjukkan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke angka 49,3 pada Juli 2024.

Dia menyatakan PMI manufaktur Indonesia telah berada di level kontraktif, di bawah angka 50. Salah satu penyebab utama kontraksi adalah perlambatan ekonomi China. Laporan dari S&P juga mengindikasikan aktivitas manufaktur global, termasuk Indonesia, terdampak signifikan oleh kondisi ekonomi Negeri Tirai Bambu yang melambat.

“Ya aktivitas manufaktur global terutama dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi Tiongkok (China),” kata dia dalam PermataBank Virtual Media Briefing - PIER Economic Review: Mid-Year 2024, Kamis (8/8/2024).

1. Pengiriman produk manufaktur Indonesia ke China mandek

ilustrasi ekspor impor (pexels.com/Samuel Wölfl)

Josua menjelaskan, perlambatan ekonomi China berdampak pada penurunan permintaan ekspor produk Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan atau penundaan pengiriman produk manufaktur Indonesia ke negara tujuan ekspornya.

“Produk ekspor Indonesia ini pun juga cenderung akan terpengaruh sehingga secara umum ada terjadi penurunan ataupun penundaan pengiriman dari produk manufaktur Indonesia,” ujarnya.

Baca Juga: Menkeu Ungkap Biang Kerok Manufaktur Indonesia Merosot

2. Sebagian besar negara di G20 alami kontraksi manufaktur

Ilustrasi pabrik. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Sebagian besar negara di kawasan G20 pun, kata dia, kini telah memasuki fase kontraktif. Kondisi tersebut menjadi salah satu dasar bagi bank sentral global untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga, baik pada tahun ini maupun tahun depan.

“sebagian besar memang negara-negara di kawasan G20 ini juga sudah masuk dalam fase yang kontraktif,” ucap Josua.

Baca Juga: Indeks Manufaktur RI Jeblok, Menperin Singgung Relaksasi Impor

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya