TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dari Soeharto hingga Jokowi, Siapa Paling Sering Naikkan Harga BBM?

Begini pergerakan harga BBM subsidi dari era Soeharto

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) per 3 September 2022. Ini bukan kali pertama orang nomor satu di Indonesia itu menaikkan harga BBM subsidi.

Sejak awal pemerintahannya di akhir 2014, mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun langsung menaikkan harga BBM subsidi. Jokowi sejak awal memang sudah berkomitmen mengalihkan anggaran subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur dan anggaran kesehatan.

"Sehingga pada masa ini, penetapan harga BBM mengacu pada tingkat harga keekonomiannya yang mengikuti fluktuasi kondisi harga minyak mentah," demikian dikutip IDN Times dari Laporan Tahunan 2015 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen Migas Kementerian ESDM).

Pada 18 November 2014, pemerintahan Jokowi memutuskan menaikan harga Premium menjadi Rp8.500/liter, minyak tanah Rp2.500/liter, dan Solar menjadi Rp7.500/liter. Itu merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah penetapan harga BBM di Indonesia.

Seiring melandainya harga minyak mentah, pemerintah menurunkan harga BBM pada 1 Januari 2015 dan 19 Januari 2015. Tak berselang lama, pemerintah kembali menaikkan harga Premium menjadi Rp7.300/liter, dan Solar Rp6.900/liter pada 1 dan 28 Maret 2015, disebabkan naiknya harga minyak mentah. Selanjutnya pada 10 Oktober 2015, pemerintah menurunkan harga Solar menjadi Rp6.700/liter.

Pada 5 Januari 2016, pemerintah menurunkan harga Premium menjadi Rp6.950/liter, dan Solar Rp5.150/liter. Tiga bulan kemudian, tepatnya pada 1 April 2016, pemerintah menurunkan harga Premium menjadi Rp6.450/liter.

Setidaknya harga Solar di Rp5.150/liter dan Premium di Rp6.450/liter bertahan dalam jangka waktu yang lama sebelum akhirnya Premium hilang dari peredaran karena posisinya sebagai BBM subsidi digantikan oleh Pertalite.

Pemerintah menetapkan Pertalite sebagai jenis BBM khusus penugasan atau JBKP menggantikan Premium, berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tanggal 10 Maret 2022 tentang JBKP. Lima bulan berselang usai Pertalite menjadi BBM subsidi, Jokowi menaikkan harganya dari Rp7.650 menjadi Rp10 ribu/liter.

Hal itu diakibatkan oleh melonjaknya harga minyak mentah dunia yang memengaruhi harga minyak mentah Indonesia (ICP), serta adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Lalu, bagaimana kebijakan harga BBM subsidi di pemerintahan terdahulu?

Baca Juga: Demo Protes Kenaikan BBM, HMI Minta Jokowi Copot Menkeu Sri Mulyani

1. Masa pemerintahan Presiden Soeharto (27 Maret 1968-21 Mei 1998)

Presiden ke-2 RI Soeharto. (Dok. Arsip Nasional RI)

Masih mengutip Laporan Tahunan 2015 Ditjen Migas, kebijakan harga BBM pada masa ini cenderung memberikan subsidi lebih besar terhadap bahan bakar rumah tangga dan transportasi.

"Seperti terhadap minyak tanah yang merupakan bahan bakar rumah tangga dengan harapan dapat meringankan beban pengeluaran keluarga berpendapatan rendah," tulis laporan tersebut.

Subsidi yang besar juga digelontorkan terhadap Solar yang merupakan bahan bakar transportasi umum dan angkutan barang. Itu diharapkan dapat menekan harga barang kebutuhan pokok serta biaya transportasi masyarakat.

Pada masa ini, subsidi terhadap bensin relatif kecil karena pengguna bensin Premium dianggap sebagai masyarakat dengan kondisi ekonomi keluarga yang lebih baik.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tercatat kenaikan harga BBM dilakukan sebanyak 18 kali, yaitu pada 1968, 1970, 1972, 1973, 1974, 1975, 1976, 1979, 1980, 1982, 1983, 1984, 1985, 1986, 1990, 1991, 1993 dan 5 Mei 1998. Kemudian dilakukan 1 kali penurunan harga BBM, yaitu pada 15 Mei 1998.

"Periode 1993-1997 merupakan periode terpanjang yang tercatat dimana harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan, dalam periode ini diketahui harga bensin Premium Rp700/ liter, minyak tanah Rp280/liter, dan minyak solar Rp380/liter," tulis laporan tahunan Ditjen Migas.

Kemudian, akibat krisis moneter yang terjadi pada pertengahan 1997 dan memuncak pada 1998, pemerintah pada 5 Mei 1998 memutuskan menaikkan harga BBM, sehingga harga Premium menjadi Rp1.200/liter, minyak tanah Rp350/liter dan minyak solar Rp600/liter.

Pada 16 Mei 1998, karena situasi politik maka harga BBM tersebut diturunkan kembali. Premium ditetapkan menjadi Rp1.000/liter (142,8 persen dibanding harga 1993), harga minyak tanah kembali ke harga tahun 1993 yaitu Rp280/liter dan harga Solar menjadi Rp 550/liter (144,7 persen dibanding harga 1993).

Baca Juga: Harga BBM Naik, Pemerintah Pede Bansos Bisa Tahan Kenaikan Inflasi

2. Masa pemerintahan Presiden B.J Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999)

B. J Habibie, Presiden Indonesia Ketiga (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

B.J. Habibie dilantik sebagai presiden pada 21 Mei 1998 atau beberapa hari setelah kerusuhan 12 Mei 1998 dan setelah pemerintah memutuskan menurunkan harga BBM pada 16 Mei 1998.

"Pada masa pemerintahan Presiden B.J Habibie yang terbilang sangat pendek, pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi," tulis laporan Ditjen Migas.

Harga BBM sejak diturunkan pada 16 Mei 1998 berdampak pada melonjaknya anggaran untuk subsidi BBM. Sebab, tingkat harga keekonomian BBM di tahun 1998 memang sewajarnya meningkat sebagai dampak dari nilai rupiah yang sangat terdepresiasi oleh gejolak ekonomi dunia.

3. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)

Gus Dur (Instagram.com/pecintagusdur)

Kebijakan harga BBM di masa Presiden Gus Dur ini secara bertahap mulai mengurangi porsi subsidi Solar dan meningkatkan porsi subsidi Premium. Pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dilakukan 2 kali kenaikan harga BBM, yaitu pada 1 Oktober 2000 dan 1 Juni 2001.

Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi pada tahun 2000 jauh di bawah tingkat kenaikan harga minyak mentah dan faktor pelemahan nilai tukar rupiah. Harga Premium hanya dinaikkan menjadi Rp1.150/liter (115 persen dari harga 15 Mei 1998), minyak tanah menjadi Rp350/liter (125 persen dari harga 15 Mei 1998) dan Solar menjadi Rp 600/liter (109,10 persen dari harga 15 Mei 1998).

"Namun kenaikan harga tersebut belum seimbang dibandingkan dengan harga keekonomiannya yang meningkat karena kenaikan harga minyak mentah dari 12,48 dolar AS per barel di tahun 1998 menjadi 28,39 dolar AS per barel di tahun 2000.

Hal itu menyebabkan subsidi BBM pada tahun anggaran 2000 (April-Desember) meningkat 131,8 persen dari subsidi BBM tahun 1999/2000. Demikian juga kenaikan harga BBM tahun 2001 yang masih berada di bawah kenaikan harga keekonomiannya. Realisasi anggaran subsidi BBM tahun 2001 masih meningkat menjadi 127,1 persen dibandingkan tahun 2000 meski telah dilakukan kenaikan harga bersubsidi BBM.

Baca Juga: Harga BBM Naik, Menhub Isyaratkan Tarif Angkutan Umum-Ojol Naik

4. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Presiden Megawati Soekarnoputri tercatat 2 kali menaikkan harga BBM bersubsidi, yaitu pada 17 Januari 2002 dan 2 Januari 2003. Kondisi harga minyak mentah pada tahun 2002 cenderung stabil jika dibandingkan pada 2001, dengan nilai tukar rupiah yang relatif menguat.

"Namun karena pada tahun sebelumnya, kenaikan harga BBM bersubsidi masih di bawah tingkat keekonomiannya, maka pada tahun 2002 pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM pada 17 Januari 2002," tulis laporan Ditjen Migas.

Pada saat itu, harga Premium naik menjadi Rp1.550 (106,9 persen dari harga tahun 2001), minyak tanah Rp600 (150 persen dari harga tahun 2001) Solar Rp1.150 (127,28 persen dari harga 15 Mei 1998).

Kebijakan menaikkan harga tersebut berhasil menurunkan subsidi BBM menjadi 45,6 pesen dibanding realisasi subsidi BBM 2001. Demikian juga pada 2003, pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM pada 2 Januari 2003 untuk Premium Rp1.810/liter (naik 116,67 persen dari harga 2002), minyak tanah Rp700/liter (116,67 persen dari harga 2002) dan Solar Rp1.890 (164,35 persen dari harga 2002).

"Realisasi subsidi BBM pada tahun 2003 mencapai Rp30,04 triliun atau sedikit lebih rendah dari realisasi subsidi BBM tahun 2002 sebesar Rp31,2 triliun," tulis laporan Ditjen Migas.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya