Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyatakan keprihatinannya terhadap rencana pemerintah memotong upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun.
Menurutnya, meskipun persiapan masa depan pekerja sangat penting, langkah pemotongan upah tersebut belum tepat dilakukan saat ini karena kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia sedang tidak stabil.
"Karena kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja," kata dia dalam keterangan yang diterima, Senin (16/9/2024).
Menurutnya, sejak 2020-2024, dampak pandemik COVID-19, Undang-Undang Omnibus Law, dan kebijakan upah murah telah menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di banyak sektor, memperburuk situasi ekonomi pekerja.
1. Buruh dihantam berbagai persoalan
Ilustrasi PHK karyawan (Pexels.com) Mirah menjelaskann, selama pandemik COVID-19, banyak perusahaan mengalami kerugian akibat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang memaksa mereka mengurangi produksi karena kurangnya konsumen.
Perusahaan ekspor juga terdampak karena pembeli dari luar negeri menghentikan pesanan. Akibatnya, banyak perusahaan melakukan PHK massal terhadap pekerjanya.
Penerapan UU Omnibus Law juga disebut telah mempermudah dan mempercepat proses PHK dengan biaya rendah. Bahkan beberapa perusahaan tidak memberikan pesangon dengan alasan kerugian.
"Belum lagi pasal-pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerjaan," ujar Mirah.
Kebijakan upah murah juga menurunkan daya beli konsumen menyebabkan barang dan jasa menumpuk di gudang, mengakibatkan kerugian perusahaan dan PHK.
Sementara itu, kenaikan UMP 3 persen tidak sebanding dengan inflasi yang lebih tinggi dan kenaikan harga kebutuhan pokok hingga 20 persen, yang memperlemah ekonomi dan daya beli masyarakat.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Baca Juga: Wacana Skema Fully Funded Buat Pensiunan PNS, Apa Itu?
2. Kelas menengah hadapi tekanan
Ilustrasi buruh pabrik (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar) Mirah menyatakan, sejak 2020, banyak pekerja kelas menengah terpaksa mengandalkan tabungan mereka untuk bertahan hidup, yang kini sudah habis.
Dia menjelaskan, jumlah kelas menengah pun semakin menurun akibat PHK massal, sementara mendapatkan pekerjaan baru sangat sulit. Kalaupun ada, pekerjaan yang tersedia umumnya bersifat sementara dengan status kontrak harian atau outsourcing.
"Kalaupun ada peluang atau lowongan pekerjaan maka yang di dapatkan adalah pekerjaan yang sifatnya sementara dan tidak berkelanjutan," ungkapnya.
Selain itu, banyak pekerja kelas menengah yang kehilangan pekerjaan akhirnya beralih menjadi pengemudi online atau kurir paket.
Baca Juga: Soal Program Pensiun Tambahan, Muhadjir Ingatkan Imbas ke Daya Beli