Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengkritisi pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, terkait pelemahan nilai tukar rupiah.
Assuaibi menyebut kedua pejabat tersebut terlalu sering menyalahkan faktor eksternal seperti faktor geopolitik dan kebijakan bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed). Sebenarnya, kata dia, permasalahan yang mendasari adalah faktor lain.
“Kesannya mencari kambing hitam kan. Ya, jadi itu kesalahan seorang pejabat dalam membuat suatu statement, seharusnya bukan seperti itu statement-nya,” kata Ibrahim kepada IDN Times, Sabtu (22/6/2024).
1. Neraca dagang Indonesia terancam akibat kondisi China
ilustrasi kapal kargo (unsplash.com/Vidar Nordli-Mathisen) Ibrahim menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah sebagian besar disebabkan perang perdagangan antara China dan Uni Eropa, di mana Uni Eropa memberlakukan bea impor tinggi antara 7,1 persen hingga 18,4 persen terhadap produk Negeri Tirai Bambu di luar PPN.
Menurut Ibrahim, kondisi ekonomi China yang sedang mengalami kesulitan, khususnya dalam sektor otomotif seperti mobil listrik dan aki listrik, dapat memperburuk situasi jika bea impor semakin diperketat, mengingat harga produk China masih lebih kompetitif dibandingkan dengan produk serupa di Amerika dan Uni Eropa.
Dia juga menekankan kondisi ekonomi China yang memburuk, termasuk disebabkan kasus gagal bayar properti yang signifikan, berpotensi berdampak negatif terhadap perdagangan Indonesia yang memiliki hubungan ekspor-impor yang aktif dengan China.
“Nah, pada saat Tiongkok bermasalah, ini juga akan bermasalah terhadap ekspor-impor neraca perdagangan dari Indonesia sendiri,” ujar Ibrahim.
Baca Juga: Persepsi Fiskal Bikin Rupiah Kedodoran, Sri Mulyani Buka Suara
2. Di balik fundamental ekonomi RI yang kuat banyak bisnis lesu
ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Ibrahim berpendapat meskipun fundamental ekonomi Indonesia secara umum terlihat kuat, pengaturan yang terlalu banyak oleh pemerintah dapat menjadi faktor yang tidak terbuka secara jelas.
Dia mengkritik kebijakan tersebut memudahkan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menyalahkan faktor eksternal atas ketidakstabilan ekonomi.
“Buktinya banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak bidang perhotelan ini banyak yang gulung tikar, bahkan mau dijual. Kemudian PHK pun juga di mana-mana ini cukup luar biasa,” ujar Ibrahim.
Baca Juga: Rupiah Lesu, Modal Asing Cabut dari Pasar Keuangan Tembus Rp780 M