TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Power Wheeling dalam RUU EBET Bisa Gerus APBN

Power wheeling dalam RUU EBET mesti dihilangkan

ilustrasi colokan listrik (unsplash.com/Kelly Sikkema)

Intinya Sih...

  • Pengamat UGM meminta pemerintah hapus power wheeling dalam RUU EBET karena melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan negara, dan menggerus APBN.
  • Power wheeling akan menggerus pendapatan negara lantaran 90 persen penjualan listrik berasal dari pelanggan industri, meningkatkan biaya operasional PLN dan harga pokok penyediaan listrik.
  • Pembahasan RUU EBET kembali dibahas di Komisi VII DPR RI, setelah tertunda akibat perbedaan pendapat terkait pasal power wheeling.

Jakarta, IDN Times - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi meminta pemerintah menghapuskan pasal power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) karena melanggar konstitusi, mengurangi pendapatan negara, dan menggerus APBN.

“Mengizinkan Independent Power Plant (IPP) menjual listrik secara langsung kepada konsumen merupakan bentuk liberalisasi kelistrikan yang bertentangan dengan konstitusi. Hal itu karena cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” kata dia dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Senin (9/9/2024).

Baca Juga: IRESS Tolak Pasal Power Wheeling dalam RUU EBET, Ini Alasannya

1. Power wheeling gerus pendapatan negara

ilustrasi APBN (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Fahmy, power wheeling justru akan menggerus pendapatan negara lantaran 90 persen penjualan listrik berasal dari pelanggan industri.

"Selain menggerus pendapatan negara, skema power wheeling akan meningkatkan biaya operasional PLN untuk membiayai pembangkit cadangan, yang dibutuhkan menopang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang bersifat intermittent dipengaruhi matahari dan angin," kata dia.

Peningkatan biaya operasional itu akan memperbesar harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Jika tarif listrik ditetapkan di bawah HPP, maka negara harus merogoh APBN untuk membayar kompensasi dari biaya operasional ketenagalistrikan.

"Membengkaknya pengeluaran APBN untuk kompensasi tersebut sudah pasti akan menggerus APBN yang berpotensi mengurangi anggaran APBN untuk membiayai program strategis Presiden terpilih Prabowo Subianto, termasuk program makan bergizi gratis," ujar Fahmy.

2. Pembahasan RUU EBET sempat tertunda

Ratusan Brimob bersenjata gas air mata bersiaga di Gedung DPR jelang pengesahan RUU Pilkada pada Kamis (22/8/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Pembahasan RUU EBET yang sempat tertunda kembali dibahas di Komisi VII DPR RI. Salah satu penyebab penundaaan pembahasan RUU EBET itu adalah adanya perbedaan pendapat antar pihak terkait pasal power wheeling (sewa jaringan).

"Bahkan pasal tersebut sudah didrop pada awal 2023, tetapi dimunculkan lagi tiga bulan berikutnya. Saat ini RUU EBET dibahas kembali dan sudah dalam tahap perumusan dan sinkronisasi," ujar Fahmy.

Baca Juga: Tuai Pro-Kontra, Ini Usul Pemerintah soal Power Wheeling di RUU EBET

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya