TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Korban Investasi Bodong Terus Berjatuhan? Ini Penyebab Utamanya

Rasionalitas kerap dikalahkan oleh rasa serakah

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI), Tongam L Tobing mengungkapkan dua alasan utama sebagai penyebab utama banyaknya masyarakat yang masih jadi korban investasi ilegal atau bodong.

Dua alasan tersebut berkaitan dengan dua kelompok masyarakat yang ada saat ini. Pertama adalah masyarakat yang rendah tingkat pengetahuannya soal investasi.

"Mereka tidak tahu produk-produk (investasi ilegal) itu, lalu diikuti kemudian mereka mendapatkan untung dan akhirnya rugi ditipu karena literasi yang mungkin rendah," ujar Tongam, dalam Webinar Investasi, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga: Daftar Terbaru 21 Entitas Investasi Ilegal yang Ditutup SWI

Baca Juga: Marak Investasi Bodong, QNET Tegaskan Tidak Gunakan Affiliator 

1. Kelompok masyarakat kedua dihuni orang-orang intelek

ilustrasi bisnis (IDN Times/Aditya Pratama)

Adapun kelompok masyarakat kedua adalah mereka yang cenderung datang dari kaum intelektual atau memiliki literasi keuangan cukup dalam. "Kelompok yang kedua ini para masyarakat yang ikut investasi ilegal adalah orang-orang intelektual sifatnya, intelektual yang kena tipu," kata Tongam.

Pada kelompok masyarakat kedua ini ada banyak orang-orang kantoran yang mendambakan kekayaan dengan cara cepat mengikuti investasi bodong.

"Bayangkan contohnya di robot trading kemarin itu, di binary option, itu ada banyak orang yang bekerja di kantoran yang mengetahui tidak mungkinlah perdagangan berjangka komoditi, perdagangan forex untung terus, naik antara 10 sampai 13 persen per bulan," tutur dia.

Baca Juga: 5 Langkah Bijak agar Terhindar dari Investasi Bodong

2. Rasionalitas kalah dari rasa serakah

ilustrasi serakah (pexels.com/cottonbro)

Para intelektual tersebut, sambung Tongam, menjadi korban investasi bodong karena kesalahan sendiri. Rasionalitas yang mereka miliki cenderung diabaikan oleh rasa ingin mendapatkan kekayaan dalam waktu singkat.

"Secara rasional, harusnya orang-orang berpendidikan gak percaya itu, tapi memang rasionalitas itu kalah oleh keinginan mendapatkan kentungan secara cepat," ucap Tongam.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya