TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemenkeu: Peredaran Rokok Ilegal Meningkat Sejak 2022 hingga 2023

Peredaran rokok ilegal jadi perhatian pemerintah

Diskusi publik INDEF terkait PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya Sih...

  • Kementerian Keuangan ungkap peningkatan peredaran rokok ilegal 2022-2023, meningkat dari 5,5% menjadi 6,59%.
  • Ditjen Bea Cukai telah melakukan 11.171 kali penindakan terhadap rokok ilegal hingga Juli 2024.
  • Peredaran rokok ilegal berisiko meningkat ketika ada kebijakan yang tak mempertimbangkan banyak aspek.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan adanya peningkatan peredaran rokok ilegal selama 2022-2023. Hal itu kemudian jadi salah satu hal yang diantisipasi pemerintah saat ini.

"Memang terjadi peningkatan peredaran rokok ilegal dari tahun 2022 ke tahun 2023 sebelumnya 5,5 persen meningkat menjadi 6,59 persen," ujar Subdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Ari Kusuma dalam diskusi di Jakarta, dikutip Selasa (24/9/2024).

Adapun jenis-jenis pelanggaran yang terjadi dari peredaran rokok ilegal tersebut adalah kemasan polos, palsu, bekas, salah peruntukkan (saltuk), dan salah personalisasi (salson).

Baca Juga: Kemendag Kritisi Wacana Kemasan Rokok Polos, Picu Pemalsuan Produk

1. Kemenkeu amankan 438 juta batang rokok ilegal

Rokok ilegal yang beredar di Bali (IDN Times/Ayu Afria)

Melihat hal tersebut, Ari menyatakan pihaknya tidak tinggal diam. Sejumlah penindakan dan penegakan hukum pun dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai baik di daerah maupun pusat.

Ari menambahkan, Ditjen Bea Cukai telah melakukan 11.171 kali penindakan terhadap rokok ilegal hingga Juli 2024.

"Dengan jumlah batang yang berhasil diamankan adalah 438 juta batang dan diperkirakan nilainya sebesar Rp607 miliar. Pelanggaran terbesar adalah jenis rokok tanpa pita, rokok polos. Kemudian juga berikutnya disusul dengan pita cukai palsu dan saltuk, bekas maupun salson," tutur Ari.

Baca Juga: Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos, Ekonomi RI Bisa Hilang Rp308 T

2. Peredaran rokok ilegal berpotensi mengalami peningkatan

Bea Cukai Jawa Tengah dan DI Yogyakarta memusnahkan barang yang menjadi milik negara (BMMN) di Tempat Penimbunan Pabean Bea Cukai Tanjung Emas, Selasa (9/7/2024). (dok. Bea Cukai)

Ari menambahkan, peredaran rokok ilegal berisiko meningkat ketika ada kebijakan yang tak mempertimbangkan banyak aspek.

Hal itu disampaikan Ari dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang diturunkan menjadi Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMenkes).

Salah satu kebijakan dalam beleid tersebut adalah anjuran kemasan polos rokok dan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan formal serta tempat penitipan anak.

"Ini yang menjadi musuh kita bersama, yang harus kita perangi bersama-sama," kata Ari.

Baca Juga: Kemasan Polos Rokok Gagal Kurangi Perokok di Inggris-Prancis

3. Penurunan permintaan produk rokok legal

Ilustrasi Rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) melakukan simulasi menghitung potensi rupiah yang hilang bagi negara jika kebijakan kemasan polos rokok diterapkan.

Selain dampak perekonomian dan penerimaan perpajakan, INDEF melakukan simulasi perhitungan potensi tenaga kerja yang terdampak jika kebijakan kemasan rokok polos jadi diterapkan.

Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad, kebijakan kemasan polos produk rokok bisa mendorong terjadinya downtrading hingga switching ke produk rokok ilegal lebih cepat.

Data INDEF menunjukkan, ada 2.293.957 tenaga kerja dalam industri hasil tembakau atau 1,6 persen dari total penduduk Indonesia yang bekerja saat ini. Simulasi INDEF menunjukkan, bakal ada 1.221.424 tenaga kerja terdampak jika kemasan rokok polos tetap diberlakukan oleh pemerintah.

"Di sisi lain, rokok ilegal juga bisa meningkat 2-3 kali lipat, karena apa? Ya sangat mudah untuk ditiru begitu ya. Dengan gambar yang sama, model yang sama dan ini yang kemudian memunculkan implikasi yang sangat besar. Kami melihat kemasan polos itu mendorong downtrading hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat dari yang terjadi, bedampak pada permintaan terhadap produk legal menurun sebesar 42,09 persen," beber Tauhid.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya