Kemasan Rokok Polos Berpotensi Rugikan Negara Rp308 Triliun
Bakal jadi beban bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran
Jakarta, IDN Times - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan aturan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) terus menjadi sorotan lantaran terus mendapatkan protes dan penolakan dari berbagai pihak terdampak.
Berdasarkan hasil studi Institute For Development of Economics and Finance (Indef), kedua produk regulasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun.
Hal itu diperoleh dari perhitungan dampak dengan menggunakan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok, yaitu kemasan rokok polos tanpa merek, larangan penjualan dalam radius 200 meter, serta pembatasan iklan, kebijakan tersebut berpotensi memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
"Jika ketiga skenario ini diterapkan secara bersamaan, dampak ekonomi yang hilang diperkirakan mencapai Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 persen dari PDB. Selain itu, penerimaan perpajakan diperkirakan menurun hingga Rp160,6 triliun yang setara dengan 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional. Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri tembakau dan produk turunannya," tutur Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad melalui pernyataan resminya dikutip Senin (30/9/2024).
Baca Juga: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bakal Bebani Pemerintahan Prabowo-Gibran
1. Berdampak negatif ke ekonomi dan penerimaan negara
Oleh karena itu, Tauhid menambahkan bahwa implementasi PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes memiliki dampak negatif terhadap ekonomi dan penerimaan negara.
“Pemerintah perlu melihat dampak ekonominya (secara komprehensif). Ini bukan hanya (memberikan dampak bagi) industri rokok, tapi juga industri kemasan untuk kertas, tembakau, cengkeh, termasuk ritel, periklanan dan lainnya yang terdampak,” ujar dia.
Dengan potensi kerugian ekonomi sebesar Rp308 triliun, kebijakan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes menjadi ancaman serius bagi perekonomian nasional yang juga dapat menajdi beban tambahan Pemerintah Prabowo-Gibran.
"Kebijakan ini dinilai dapat menggagalkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan rasio pajak yang ditarget tinggi ke 23 persen. Maka, kedua regulasi ini diharapkan dapat segera dievaluasi dengan melibatkan semua pemangku kepentingan demi menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia," tutur Tauhid.