TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemasan Rokok Polos Diterapkan, Penerimaan Pajak Bisa Susut 95 Persen

Negara juga akan kehilangan Rp182 triliun

Diskusi publik INDEF terkait PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya Sih...

  • Kebijakan kemasan polos rokok berdampak pada perekonomian dan penerimaan pajak negara, dengan potensi kehilangan Rp182 triliun.
  • Simulasi Indef menunjukkan 1.221.424 tenaga kerja terdampak, dengan permintaan terhadap produk legal menurun sebesar 42,09 persen.

Jakarta, IDN Times - Penerapan kebijakan kemasan polos pada produk tembakau seperti rokok dan rokok elektrik diproyeksikan dapat memberikan dampak dari sisi perekonomian dan penerimaan perpajakan.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melakukan simulasi untuk menghitung potensi rupiah yang hilang bagi negara jika kebijakan kemasan polos rokok diterapkan. Hasilnya ada ratusan triliun rupiah yang raib baik dari sisi produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan pajak ke negara.

"Implikasi dari kebijakan kemasan polos ini akan mendorong penerimaan negara bukan hanya cukai, tapi pajak-pajak lainnya juga menurun kurang lebih 95,6 persen, di mana separuh lebihnya adalah kehilangan cukai," tutur Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad dalam diskusi di Jakarta, Senin (23/9/2024).

"Nah, dampak ekonominya apa dengan kemasan polos ya? Tentu saja ini bukan hanya bagi para industri rokok, tapi juga industri kemasan untuk kertas, kemudian tembakau, cengkeh, termasuk yang lain juga terdampak. Ini akan berdampak ekonomi kurang lebih minus Rp182,2 triliun," imbuh dia.

1. Penurunan permintaan produk rokok legal

Bea Cukai Jawa Tengah dan DI Yogyakarta memusnahkan barang yang menjadi milik negara (BMMN) di Tempat Penimbunan Pabean Bea Cukai Tanjung Emas, Selasa (9/7/2024). (dok. Bea Cukai)

Selain dampak perekonomian dan penerimaan perpajakan, Indef juga melakukan simulasi perhitungan potensi tenaga kerja yang terdampak jika kebijakan kemasan rokok polos jadi diterapkan. Menurut Tauhid, kebijakan kemasan polos produk rokok bisa mendorong terjadinya downtrading hingga switching ke produk rokok ilegal lebih cepat.

Data Indef menunjukkan, ada 2.293.957 tenaga kerja dalam industri hasil tembakau atau 1,6 persen dari total penduduk Indonesia yang bekerja saat ini. Simulasi Indef menunjukkan, bakal ada 1.221.424 tenaga kerja terdampak jika kemasan rokok polos tetap diberlakukan oleh pemerintah.

"Di sisi lain, rokok ilegal juga bisa meningkat 2-3 kali lipat, karena apa? Ya sangat mudah untuk ditiru begitu ya. Dengan gambar yang sama, model yang sama, dan ini yang kemudian memunculkan implikasi yang sangat besar," beber Tauhid.

"Kami melihat kemasan polos itu mendorong downtrading hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat dari yang terjadi, bedampak pada permintaan terhadap produk legal menurun sebesar 42,09 persen," tambahnya.

Baca Juga: Industri Kreatif Bakal Terdampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos

2. Inggris dan Prancis gagal menjalankan kebijakan kemasan polos rokok

ilustrasi rokok (pexels.com/Basil MK)

Tauhid pun mengungkapkan sejumlah negara yang gagal dalam menjalankan kebijakan kemasan rokok polos untuk mengurangi angka prevalensi perokok. Inggris dan Prancis jadi dua negara yang jadi contoh gagal mengurangi prevalensi perokok dengan menggunakan kemasan rokok polos.

"Di Inggris kemasan polos tidak signifikan menurunkan prevalensi merokok. Sedikit buktinya bahwa kebijakan tersebut mengurangi jumlah perokok di kalangan usia 16-20 tahun. Artinya, kami khawatir bahwa ini menjadi backfire dari policy yang sudah dilakukan. Begitu hal yang sama bahwa di Prancis, penjualan rokok justru meningkat selama merek dihapus dari kemasan setahun lalu," tutur Tauhid.

3. Kemasan rokok polos tercantum dalam PP Nomor 28/2024

Ilustrasi Rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Kemasan polos pada rokok tercantum dalam Pasal 435 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. PP itu diturunkan ke dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang kemudian mengundang pro kontra.

Ketua Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan menyebutkan, pasal yang mengarah pada penerapan kemasan polos tersebut akan menyulitkan para pelaku industri hasil tembakau.

“Jika kemasan polos diterapkan, dalam industri kretek atau rokok putih di Indonesia akan mengalami persaingan tidak sehat dan makin maraknya peredaran rokok-rokok ilegal. Untuk mengubah ke kemasan polos itu juga butuh investasi yang sangat besar dan akan memengaruhi industri yang sedang mengalami masa-masa berat seperti sekarang,” ujar Henry.

Baca Juga: Kemasan Polos Rokok Gagal Kurangi Perokok di Inggris-Prancis

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya