TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemasan Polos Rokok Bisa Bikin Omzet Ritel Turun 15 Persen

Omzet atau pendapatan ritel di seluruh RI sebesar Rp40 T

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO), Roy Mandey (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Intinya Sih...

  • RPMK berpotensi menghilangkan 15% pendapatan ritel dari produk tembakau, yang menyumbang Rp40 triliun omzet ritel di Indonesia.
  • Studi INDEF: Penerapan PP 28/2024 dan RPMK bisa hilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun atau 1,5% dari PDB.
  • Kebijakan kemasan polos rokok dapat mempengaruhi penerimaan perpajakan dan tenaga kerja, serta mendorong peningkatan rokok ilegal.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) Roy Mandey mengungkapkan risiko kehilangan revenue atau pendapatan dari seluruh retail di Indonesia jika aturan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 jadi diterapkan.

Adapun aturan yang dimaksud adalah kemasan polos rokok tanpa merek, pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak, serta pembatasan iklan rokok di media.

"Produk olahan tembakau di ritel menyumbang 15 persen dari total revenue dan itu akan hilang. Secara logical-nya begitu karena kita bicara bahwa produk ini kan traffic pooler, maksudnya orang datang sekaligus belanja yang lain-lain dan konsumennya ada," kata Roy kepada awak media, dikutip Selasa (24/9/2024).

Baca Juga: Kemasan Polos Rokok Ancam Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Baru

1. Jumlah total pendapatan ritel di seluruh Indonesia

Minimarket yang berada di wilayah Pengasinan, Sawangan, Depok, usai di bobol pencuri. (IDNTimes/Dicky)

Roy mengungkapkan, terdapat 48 ribu hingg 49 ribu ritel yang beroperasi di Indonesia. Puluhan ribu ritel itu terdiri dari minimarket, supermarket, dan hypermarket.

Hampir sebagian besar ritel di Indonesia menjajakan produk olahan tembakau atau rokok dan berkontribusi terhadap seluruh pendapatannya.

"Hampir sekitar 80 persen minimarket, supermarket, hypermarket itu kan semua jualan (rokok) hanya depstore yang gak jualan. Untuk total omzet atau pendapatan ritel di Indonesia sekitar Rp40 triliun itu," ujar Roy.

Baca Juga: Kemenkeu: Peredaran Rokok Ilegal Meningkat Sejak 2022 hingga 2023

2. Ancaman kehilangan ekonomi, penerimaan pajak, dan tenaga kerja

Diskusi publik INDEF terkait PP 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Rencana kemasan polos rokok tanpa merek, larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta pembatas iklan rokok luar ruang dalam radius 500 meter, dan pembatasan iklan TV serta online berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun atau setara dengan 1,5 persen dari PDB.

Hal itu tercantum dalam hasil studi dampak dari penerapan PP 28/2024 dan RPMK tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).

Selain itu, dampak terhadap penerimaan perpajakan diperkirakan kehilangan sebesar Rp160,6 triliun atau setara dengan 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.

Kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi sekitar 2,3 juta tenaga kerja di sektor industri tembakau dan produk turunannya atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja. Lalu, jika menilik secara lebih mendalam perhitungan dampak dari aturan kemasan rokok polos tanpa merek didapatkan potensi dampak ekonomi yang hilang adalah sebesar Rp182,2 triliun, sedangan penerimaan perpajakan dapat menurun hingga Rp95,6 triliun.

“Karena itu kami merekomendasikan PP 28/2024 ini harus direvisi, termasuk membatalkan RPMK khususnya pasal yang dinilai akan memberikan dampak ke perekonomian negara. Jika tidak, maka ini akan memberatkan situasi yang terjadi,” tuturnya.

Baca Juga: 5 Dampak Buruk Rokok Terhadap Kesehatan Kulit, Bisa Psoriasis!

3. Kemasan polos rokok berpotensi tingkatkan peredaran rokok ilegal

Kegiatan penindakan 1,8 juta batang rokok ilegal oleh petugas Bea Cukai Lampung. (DOK. Bea Cukai Lampung).

Tauhid menambahkan, kebijakan kemasan polos produk rokok bisa mendorong terjadinya downtrading hingga switching ke produk rokok ilegal lebih cepat.

"Di sisi lain, rokok ilegal juga bisa meningkat 2-3 kali lipat, karena apa? Ya sangat mudah untuk ditiru begitu ya. Dengan gambar yang sama, model yang sama dan ini yang kemudian memunculkan implikasi yang sangat besar. Kami melihat kemasan polos itu mendorong downtrading hingga switching ke rokok ilegal lebih cepat dari yang terjadi, berdampak pada permintaan terhadap produk legal menurun sebesar 42,09 persen," beber Tauhid.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya