TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dua Sisi Manufaktur: Kunci Pertumbuhan dan Biang Kerok Perubahan Iklim

Industrialisasi menyumbang emisi karbon

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024. (dok. Kemenkeu)

Intinya Sih...

  • Industrialisasi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan emisi karbon yang merusak lingkungan.
  • Sri Mulyani menyatakan bahwa perubahan iklim dari emisi karbon telah menciptakan ancaman nyata bagi banyak penduduk, membutuhkan perhatian serius semua pihak.

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa industri manufaktur dalam seabad terakhir menjadi kunci pertumbuhan ekonomi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia.

Namun, bak dua sisi mata uang, industri manufaktur itu tidak melulu berdampak pada pertumbuhan ekonomi, melainkan juga terhadap kehadiran emisi karbon yang merusak lingkungan.

"Secara historis, pertumbuhan ekonomi sejalan dengan tantangan lingkungan. Selama lebih dari satu dekade terakhir, kunci utama pertumbuhan di banyak negara adalah industrialisasi, industri manufaktur. Ini juga terjadi di Indonesia," tutur Sri Mulyani dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat (6/9/2024).

"Manufaktur dan industrialisasi menciptakan kemakmuran, mengeluarkan banyak orang dari kemiskinan, tetapi di saat bersamaan memiliki dampak mengerikan. Dampak negatif emisi karbon tidak dapat terhindarkan," sambungnya.

1. Hubungan antara industrialisasi dan perubahan iklim bisa semakin parah

Ilustrasi pekerjaan manufaktur(pexels.com/kateryna babaieva

Sri Mulyani menambahkan, jika isu tersebut tidak mendapatkan perhatian serius semua pihak maka hubungan antara perkembangan industrialisasi dan perubahan iklim bakal semakin parah.

Hal itu terbukti dengan kondisi yang terjadi saat ini. Banyak kejadian atau peristiwa terkait lingkungan terjadi tanpa bisa diprediksi kehadirannya.

"Kita telah menyaksikan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal meningkatnya emisi karbon, dan hal itu dapat menciptakan situasi, di mana kita berada dalam banyak pencapaian pembangunan. Risiko iklim, seperti naiknya permukaan air laut dan pola curah hujan yang telah berubah, dan juga tingginya kejadian bencana alam, telah menciptakan tantangan dan ancaman yang cukup nyata bagi banyak penduduk kita," beber Sri Mulyani.

Baca Juga: Menperin Ungkap Penyebab Aktivitas Manufaktur RI Kontraksi Makin Dalam

2. Ancaman buat semua negara

protes Climate Change Camp pada 2007 di Bandara Heathrow, London (commons.wikimedia.org/Andrew)

Hal-hal tersebut jadi bukti nyata perubahan iklim dari emisi karbon yang ugal-ugalan. Oleh karena itu, Sri Mulyani meminta semua pemimpin negara, para pemangku kepentingan untuk serius membahas perihal emisi karbon tersebut.

Menurutnya, kejadian-kejadian tidak terduga sebagai akibat perubahan iklim bisa terjadi di semua negara di muka bumi ini.

"Kita akan melihat bahwa tantangan-tantangan ini juga nyata tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi banyak negara, terlepas apakah negara maju atau berkembang, negara berpendapatan tinggi atau rendah. Namun, bagi banyak negara berpendapatan rendah, hal ini tidak sama. Bagi banyak negara berpendapatan tinggi serta bagi negara miskin, konsekuensi ini menjadi tantangan bagi kelangsungan hidup mereka," tutur Sri Mulyani.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya