TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dampak Kebijakan Kemasan Rokok Polos, Ekonomi RI Bisa Hilang Rp308 T

Juga berdampak ke penerimaan pajak dan tenaga kerja

Ilustrasi Rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang diturunkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMenkes) mendapat banyak kritikan. Hal itu tidak lepas dari adanya kebijakan terkait kemasan polos produk tembakau, larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan formal dan tempat bermain anak, serta pembatasan iklan rokok.

Institute for Development of Economics and Finance (Iindef) kemudian melakukan simulasi perhitungan terhadap dampak perekonomian, penerimaan perpajakan, dan tenaga kerja industri tembakau jika kebijakan-kebijakan itu resmi diterapkan nantinya.

"Saya kira ini akan menjadi isu kuat manakala memang kalau RPMenkes dilakukan maka akan terjadi beberapa hal yang dikhawatirkan, bukan hanya dari sisi penerimaan negara, tapi juga ke pekerja, industri, dan lain sebagainya," kata Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (23/9/2024).

1. Potensi dampak ekonomi yang hilang

Bea Cukai Jawa Tengah dan DI Yogyakarta memusnahkan barang yang menjadi milik negara (BMMN) di Tempat Penimbunan Pabean Bea Cukai Tanjung Emas, Selasa (9/7/2024). (dok. Bea Cukai)

Dalam simulasi yang dilakukan Indef, dampak ekonomi yang bisa hilang jika ketiga kebijakan itu diterapkan mencapai Rp308 triliun atau 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Kebijakan kemasan polos rokok, menurut Tauhid, bakal mendorong downtrading hingga switching ke rokok ilegal menjadi lebih cepat dan berdampak pada menurunnya permintaan produk legal sebesar 42,09 persen. Kemudian larangan berjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan formal akan berdampak pada 33,08 persen pendapatan total ritel.

Di sisi lain, pembatasan iklan rokok diprediksi Indef berpotensi menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 15 persen.

"Jadi katakanlah PDB kita hampir 20 ribu triliun, sudah berkurang 308 triliun, ini 1,5 persen ini besar sekali, dan ini memberikan efek perlambatan masih akan terjadi di tahun depan kalau misalnya, katakanlah di tahun ini diberlakukan RPMenkes. Jadi akan terasa satu tahun lebih, dan satu setengah persen bukanlah kecil, bukan hanya industri hasil tembakau jadi suram, tapi mati secara perlahan seperti halnya industri tekstil," tutur Tauhid.

Baca Juga: Kemasan Polos Rokok Diterapkan, Penerimaan Pajak Bisa Susut 95 Persen

2. Potensi penerimaan perpajakan yang hilang

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Dengan skenario sama dari ketiga kebijakan tersebut, Tauhid memproyeksikan bakal ada kehilangan pajak Rp160,6 triliun atau 7 persen dari total penerimaan perpajakan.

Kebijakan kemasan polos rokok akan menyusutkan 95,6 persen dari 7 persen total penerimaan perpajakan. Sementara larangan berjualan dan pembatasan iklan rokok bisa menurunkan masing-masing 43,5 persen dan 21,3 persen dari 7 persen total penerimaan perpajakan yang hilang tersebut.

"Kalau kita lihat ya kehilangan 7 persen dari total penerimaan perpajakan cukai dan sebagainya itu bukanlah angka yang kecil begitu ya. Tax ratio kita sekarang sekitar 10 persen dan maksimum hanya 11 persen. Jadi kalau kehilangan 7 persen saja dari total penerimaan perpajakan, betapa beratnya menteri keuangan yang baru ingin menaikkan rasio pajak kalau sudah harus kehilangan Rp160,6 triliun," beber Tauhid.

3. Dampak kepada tenaga kerja

ilustrasi petani tembakau (pixabay.com/Carlos/Saigon/Vietnam)

Tauhid pun menjelaskan simulasi yang dilakukan Indef untuk menghitung potensi tenaga kerja terdampak tiga kebijakan tersebut jika nantinya tiga kebijakan itu benar dilaksanakan.

"Bagaimana tenaga kerja yang terdampak kami juga melakukan simulasi. Kami tidak mengatakan bahwa ini pasti terdampak, pasti ya kalau omzet turun, ya perusahaan mau tidak mau akan melakukan penyesuaian, apakah modelnya adalah penurunan upah, pengaturan jam kerja, penurunan status ataupun yang kita tidak inginkan adalah PHK, itu pasti kemungkinan bisa saja terjadi," ujar dia.

Misalnya untuk kemasan polos rokok yang bisa menurunkan permintaan produk legal turun 42,09 persen, Tauhid mengungkapkan, potensi terhadap kehilangan 1,22 juta pekerja dari seluruh sektor.

"Bukan hanya industri hasil tembakau (IHT), tapi sektor-sektor lainnya juga terdampak. Yang kedua untuk larangan berjualan itu akan berdampak kurang lebih 734 ribu orang terdampak. Jadi besar ya," kata Tauhid.

Kemudian, pembatasan iklan juga akan menurunkan sekitar 337.735 pekerja di industri hasil tembakau dan lainnya.

"Jika tiga skenario dijalankan maka ada potensi 2,3 juta orang yang pekerjaannya terdampak atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja," kata Tauhid.

Baca Juga: Industri Rokok Diimpit Aturan Ketat, 5,9 Juta Pekerja Terancam

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya