Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) baru saja menurunkan suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Keputusan BI dinilai sebagai suatu hal yang sudah terprediksi, mengingat beberapa indikator perekonomian Indonesia menunjukkan tanda-tanda penurunan tersebut.
"Inflasi domestik berada pada jalur yang licin, dengan pembacaan bulan Agustus menurun menjadi 2,1 persen year on year (yo) dengan moderasi dalam tekanan harga pangan dan nonpangan. Inflasi inti juga berada pada level 2,0 persen yoy," ujar Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao dalam pandangannya kepada IDN Times, Kamis (19/9/2024).
1. BI lakukan pelonggaran suku bunga lebih awal
Konpers RDG BI edisi September 2024. (IDN Times/Triyan) Pada saat bersamaan, faktor-faktor yang sebelumnya menjadi penghambat aset rupiah mulai membaik pada kuartal II-2024 di tengah munculnya tanda-tanda kehati-hatian fiskal.
Radhika menambahkan, rupiah juga mulai terapresiasi sejalan dengan mulai kembali masuknya arus modal dolar AS dan sikap dovish Bank Sentral AS (the Fed).
"Hal-hal tersebut telah memperkuat pandangan kami bahwa perubahan sikap dovish sudah dekat, dengan perkiraan kami BI akan mengikuti Fed. Penguatan rupiah baru-baru ini dan pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga oleh Fed AS yang hampir pasti memberikan BI ruang untuk memulai siklus pelonggaran lebih awal," tutur Radhika.
Baca Juga: BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 6 Persen
2. Pertahanan Indonesia lebih kuat
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Ilustrasi cadangan devisa (IDN Times/Arief Rahmat) Radhika menjelaskan, pertahanan Indonesia jauh lebih kuat seiring dengan lonjakan cadangan devisa setelah mengalami periode pelemahan sebelumnya.
Cadangan devisa meningkat 4,8 miliar dolar AS ke rekor tertinggi 150,2 miliar dolar AS pada Agustus 2024. Hal itu terjadi seiring dengan peningkatan arus masuk portofolio asing ke pasar domestik termasuk SRBI yang mengimbangi jatuh tempo obligasi global.
"Hal ini membuat rasio cakupan cadangan berada pada posisi yang dapat dikelola dengan utang luar negeri jangka pendek (jatuh tempo awal dan sisa) kurang dari setengah dari total cadangan," kata Radhika.