TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apindo Ungkap Dampak PP 28/2024 terhadap Industri Manufaktur

PP 28/2024 dapat protes keras dari sektor pengusaha

Shinta Kamdani dalam Diskusi "RAPBN 2024/2025, Modal Pemerintahan Prabowo" by IDN Times di Gedung IDN HQ pada Jumat (16/8/2024). (IDN Times/Jihan A'liifah)

Intinya Sih...

  • PP 28/2024 menuai protes keras dari sektor pengusaha, terutama Apindo
  • Pengusaha makanan dan minuman protes perlakuan tidak adil terhadap gula dan susu formula

Jakarta, IDN Times - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang disusun dengan metode omnibus dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) menuai protes dari berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari pengusaha di berbagai industri yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo.

Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani menyatakan keprihatinannya atas dampak PP 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, kepada sektor-sektor padat karya, khususnya pada industri manufaktur.

"Regulasi ini membebankan tanggung jawab penyakit tidak menular (PTM) sepenuhnya pada produsen pangan olahan dan industri hasil tembakau, padahal PTM disebabkan oleh banyak faktor lain, seperti gaya hidup, kurangnya aktivitas fisik, merokok, alkohol, paparan polutan, dan stres. Beban ini tidak bisa hanya ditimpakan kepada satu atau dua sektor," tutur Shinta, dikutip Minggu (15/9/2024).

1. Protes pengusaha industri makanan minuman dan tembakau

Ketua Apindo, Shinta Kamdani menggelar rapat di Kemenko Perekonomian. (IDN Times /Triyan)

Pengusaha di industri makanan dan minuman melayangkan protes keras karena aturan tersebut karena memperlakukan gula dan susu formula secara tidak adil. Bahkan, seolah seperti barang haram yang tidak boleh diiklankan dan dipromosikan.

Selain itu, pengusaha industri tembakau juga memprotes aturan standardisasi kemasan atau kemasan rokok polos tanpa merek pada aturan turunan PP 28/2024 dalam bentuk RPMK yang direncanakan Kemenkes segera disahkan, serta zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau pada PP tersebut.

“Kedua contoh tersebut justru dapat merugikan masyarakat. Kebijakan tersebut akan menempatkan ibu-ibu yang tidak dapat memproduksi ASI kebingungan produk substitusi apa yang baik untuk anaknya. Di sisi lain, perokok akan sulit untuk mengurangi risiko kesehatannya karena seolah tidak memiliki pilihan lain yang lebih rendah risikonya selain rokok yang dikonsumsinya, padahal jelas dalam PP 28/2024, profil risiko harus diperhatikan,” beber Shinta.

Baca Juga: Industri Tembakau Alternatif Desak Revisi PP 28, Ini Alasannya

2. Gangguan kestabilan sektor-sektor penting

Ketua Apindo, Shinta Kamdani menggelar rapat di Kemenko Perekonomian. (IDN Times /Triyan)

Shinta pun menegaskan, kebijakan yang tidak mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan sektor-sektor penting.

Dia menyoroti bahwa dalam konteks pangan olahan, produk ini hanya menyumbang sekitar 30 persen dari konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) di Indonesia, sedangkan 70 persen sisanya berasal dari pangan non-olahan.

"Pembatasan batas maksimal GGL pada produk pangan olahan perlu dikaji ulang efektivitasnya dalam mengatasi PTM karena tidak menyasar konsumsi GGL secara menyeluruhl," ujar Shinta.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya