TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Imbas Invasi ke Ukraina, Ekonomi Rusia Jadi Kacau Balau

Inflasi dan angka pengangguran di Rusia meningkat tajam

Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dokumen termasuk dekrit yang mengakui dua wilayah memisahkan diri yang didukung Rusia di Ukraina timur sebagai entitas independen dalam sebuah upacara di Moskow, Rusia, Senin (22/2/2022). ANTARA FOTO/Sputnik/Alexey Nikolsky/Kremlin via REUTERS/aww/sad.

Jakarta, IDN Times – Rusia mulai merasakan kesulitan ekonomi setelah negara-negara Barat memberlakukan serangkaian sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya karena melakukan invasi ke Ukraina.

Seperti diketahui, setelah ketegangan meningkat selama berminggu-minggu, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi darat, laut dan udara pada 24 Februari ke Ukraina. Langkah itu memicu serangkaian sanksi ekonomi, seperti gelombang pembatasan keuangan yang telah menjatuhkan nilai rubel, meroketnya inflasi, dan menyebabkan banyak pengangguran.

Berikut adalah bagaimana sanksi yang dijatuhkan Barat mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga negara yang dipimpin PResiden Vladimir Putin tersebut.

Baca Juga: IMF: Ekonomi Ukraina Bisa Runtuh jika Perang Berlarut-Larut

1. Peningkatan inflasi

Tinta merah dioleskan ke foto Presiden Rusia Vladimir Putin saat protes anti perang di luar Kedubes Rusia, setelah Rusia meluncurkan operasi militer besar terhadap Ukraina, di Bucharest, Romania, Sabtu (26/2/2022). ANTARA FOTO/Inquam Photos/Octav Ganea via REUTERS.

Badan statistik resmi Rosstat mengatakan pada Rabu (16/3/2022) bahwa inflasi adalah sebesar 2,1 persen antara 5-11 Maret. Ini merupakan angka mingguan tertinggi kedua dalam lebih dari 20 tahun. Menurut kementerian ekonomi, inflasi tahunan melonjak menjadi 12,5 persen pada 11 Maret dari 10,4 persen pada minggu sebelumnya.

Surat kabar bisnis Kommersant melaporkan kenaikan 10,4 persen harga pangan dari 26 Februari hingga 4 Maret, kenaikan tertinggi sejak 1998.

Seorang pengguna media sosial dari kota barat daya Samara, yang mengaku bernama Ivan, mengatakan harga sekaleng tuna sekarang antara 160-180 rubel, dari yang dulu 130 rubel. Dia juga mengatakan dalam sebuah postingan di Twitter bahwa gula tidak dapat ditemukan di banyak toko.

Mata uang Rusia telah kehilangan sekitar 20 persen nilainya selama tiga minggu terakhir, membuat banyak pedagang eceran menaikkan harga jualan mereka. Kommersant melaporkan bahwa salah satu yang menaikkan harga adalah Procter & Gamble. Perusahaan telah menaikkan harga rata-rata 40 persen karena biaya logistik, material, dan penurunan nilai rubel yang lebih parah. Produk kebersihan wanita sekarang harganya 30 persen lebih mahal.

Untuk mengimbangi kenaikan biaya, pengecer berkomitmen untuk menaikkan harga hingga lima persen untuk barang-barang dasar, termasuk produk susu dan beberapa sayuran, kata kantor berita TASS.

Baca Juga: Memahami Konflik Ukraina-Rusia dari Perspektif Ekonomi Politik

2. Kelangkaan obat

Gedung Kementerian Pertahanan Federasi Rusia di Kota Moskow, Rusia. twitter.com/mod_russia

Sasha, seorang perempuan yang tinggal di Saint Petersburg, mengatakan bahwa terjadi antrean panjang di depan apotek dengan harga obat-obatan juga meningkat. Dua temannya, katanya, sedang mempertimbangkan pergi ke Finlandia untuk mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan.

Meski penjualan obat-obatan tidak dikenai sanksi, harga diperkirakan akan meningkat, meskipun tidak sebanyak barang lainnya. Ini karena banyak perusahaan pelayaran besar menghentikan layanan mereka ke Rusia. Media lokal melaporkan harga obat di wilayah Saratov meningkat 2,3 persen sampai dengan 6,7 persen.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya