TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Survei: 77 Persen Tenaga Kerja Profesional di RI Berpikir untuk Resign

Sebagian besar perusahan sulit merekrut karyawan baru

ilustrasi hotel (IDN Times/Anata)

Jakarta, IDN TimesThe great resignation atau gelombang pengunduran diri besar-besaran menjadi isu yang ramai diperbincangkan pasca-pandemik COVID-19. Berdasarkan survei yang dilakukan perusahaan perekrutan profesional, Robert Walters, sebanyak 77 persen tenaga kerja profesional di Indonesia mempertimbangkan untuk mengundurkan diri.

“Di tengah kondisi yang sedang terjadi, perusahaan perlu mengemas kisah mereka dengan baik, membangun komunikasi dan interaksi yang transparan dan akuntabel kepada para karyawan. Hal ini semata-mata perlu dilakukan agar setiap karyawan merasa dihargai dan menumbuhkan kepercayaan mereka untuk terus bertahan dalam jangka panjang,” kata Country Manager Robert Walters Indonesia, Eric Mary, dalam keterangannya yang dikutip, Minggu (18/9/2022).

Baca Juga: 5 Tanda Kamu Siap Resign dari Pekerjaan Saat Ini, Apa Saja?

1. Tren pengunduran diri besar-besaran di Asia Tenggara tak terlalu masif

Ilustrasi Kerja (IDN Times/Besse Fadhilah)

Dalam laporan bertajuk “The Great Resignation Reality Check” itu, fenomena pengunduran diri besar-besaran ini tampaknya tidak terlalu masif terjadi di Asia Tenggara. Para tenaga kerja profesional terbukti dapat lebih menghargai stabilitas pekerjaan, khususnya di era yang tidak pasti pasca-pandemik seperti saat ini.

Tercatat sebanyak 59 persen responden atau lebih dari setengah tenaga kerja profesional menunjukkan bahwa mereka tidak nyaman berhenti bekerja, tanpa memperoleh pekerjaan baru. Sementara, 81 persen dari mereka yang berpikir untuk mengundurkan diri bersedia berubah pikiran, bila kondisinya memungkinkan.

2. Sebagian besar perusahan sulit merekrut karyawan baru

Ilustrasi Perempuan/Business Woman. (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu temuan lain dalam survei ini menyebutkan, sebanyak 65 persen perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mempekerjakan talenta baru, yang terjadi sejak tahun lalu. Adapun, 59 persen perusahaan mengatakan, mereka telah mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan karyawan.

Terlebih lagi, ada perbedaan persepsi antara karyawan terhadap upaya-upaya retensi (penahanan jumlah pembayaran) yang dilakukan perusahaan. Terhitung sebanyak 40 persen tenaga kerja profesional di kawasan Asia Tenggara mengaku tidak menyadari adanya “perubahan” yang dilakukan perusahaan, untuk melibatkan dan mengatasi kekhawatiran mereka akan situasi yang terjadi.

Baca Juga: 5 Tips Survive saat Kerja di Lingkungan Toxic, Mental Harus Kuat!

3. Budaya kerja jadi indikator penting karyawan untuk bertahan di perusahaan

Ilustrasi Rapat di Era New Normal (IDN Times/Aldila Muharma)

Di sisi lain, sebanyak 45 persen pekerja yang belum berniat mengundurkan diri menuturkan beberapa alasan yang melandasi sikap mereka. Sebanyak 56 persen responden atau sebagian besar dari mereka menyebut alasan utamanya, yakni karena belum menemukan pekerjaan yang cocok.

Kemudian, 23 persen responden mengatakan kurangnya peluang pekerjaan di bidang yang mereka tekuni, dan 21 persen lainnya mengaku khawatir akan keamanan status pekerjaan di perusahaan baru.

Selain itu, rekan kerja dan budaya kerja yang suportif dianggap sebagai indikator terpenting bagi tenaga kerja profesional di perusahaan, menurut satu dari dua responden (45 persen). Disusul oleh kompensasi dan tunjangan (44 persen), serta peraturan kerja yang fleksibel (34 persen).

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya