TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Kontroversi Edhy Prabowo dalam Setahun Pertama sebagai Menteri KKP

Ekspor benih lobster, dan lima kebijakan kontroversi lainnya

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Edhy Prabowo saat melakukan Kunjungan Kerja ke Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari, Kota Tegal. IDN Times/ Muchammad

Jakarta, IDN Times - Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sudah satu tahun memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Edhy menggantikan Susi Pudjiastuti yang menjabat posisi itu di jilid pertama pemerintahan Jokowi.

Edhy yang merupakan politikus Partai Gerindra dilantik pada Jumat, 23 Oktober 2019 lalu. Sejak memimpin KKP, sejumlah kebijakannya membuat warga geleng kepala, meski tidak sedikit yan mendukungnya. Banyak aturan yang sebelumnya dibuat oleh Susi kemudian diobrak-abrik oleh Edhy.

Berikut ini adalah enam catatan kontroversi Edhy di tahun pertamanya sebagai Menteri KKP.

Baca Juga: Polemik Izin Ekspor Benih Lobster, Edhy Prabowo: Saya Siap Diaudit 

1. Ekspor benih lobster

Ilustrasi Lobster (IDN Times/Vanny El Rahman)

Kebijakan ini menjadi salah satu yang paling kontroversi. Edhy mengatakan infrastruktur budi daya benih lobster di Indonesia masih belum memadai. Itulah salah satu alasan KKP berencana membuka kembali keran ekspor benih lobster dalam jangka waktu tertentu. Ia menyebut kebijakan ini tidak akan membuat punah lobster di Indonesia.

Lebih lanjut, Edhy mengatakan persentase kemampuan bertahan hidup lobster lebih kecil jika dibiarkan hidup di alam terbuka sebesar 0,02 persen. Berdasarkan perhitungannya, Edhy mengatakan ada 26 miliar lobster di Indonesia dari enam jenis yang bertelur di 11 wilayah pengelolaan perikanan (fisheries management areas). Jika ada 100 juta benih lobster yang diambil oleh masyarakat dan dijual dengan harga Rp5.000, dia menaksir akan muncul perputaran uang sebesar Rp500 miliar.

"Dengan hanya gunakan dibagi dua lobster saja, itu ada sekiatr 26 kali 2/6 persen, muncul angka di atas Rp5 miliar. Kalau 10 persen saja, itu 500 juta (kuota ekspor) yang kita izinkan, saya sangat yakin ini tidak (akan buat punah)," kata Edhy.

Rencana KKP untuk mengekspor benih lobster menuai pro dan kontra, termasuk mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Di eranya, Susi mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penangkapan Lobster. Ia melarang perdagangan benih lobster di bawah ukuran 200 gram. Dengan alasan budi daya, Susi juga meminta lobster bertelur tidak dijual-belikan keluar Indonesia.

2. Pembiaran 1.000 kapal asing di Natuna

Kapal asing berbendera Hongkong, yang sempat dihadang warga (IDN Times/ istimewa)

Edhy pernah meminta masyarakat tidak mudah terpancing terkait dugaan seribu kapal asing di laut Natuna. Ia mengatakan, 1.000 kapal memang tampak banyak. Namun, belum tentu semua kapal asing karena banyak kapal lain yang lewat, misalnya kapal dagang.

"Itu kapalnya harus dilihat sebagai kapal apa dulu, kapal dagang, transportasi, nelayan, kalau kapal nelayan (asing) ada kan sudah kami ambil. Buktinya waktu Vietnam berhasil kami ambil tiga. Kalau ribuan kapal itu kan memang daerah padat, tempat lalu lalang. Nah, sekarang permasalahan itu jenis kapal apa saja?" kata Edhy.

Sebelumnya, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksmana Madya TNI Yudo Margono mengatakan KRI dalam posisi siaga tempur pengamanan laut di Natuna, Kepulauan Riau. Hal ini, kata Yudo, dilakukan sebagai bagian dari upaya menegakan kedaulatan negara.

"Ada dua KRI yang kami kerahkan dan ditambah menjadi tiga menyusul esok. Ini kami lakukan karena ada pelanggaran kedaulatan di Natuna," kata Yudo seperti dikutip dari kantor berita ANTARA.

TNI AL, kata Yudo mendeteksi ada sekitar 30 kapal penangkap ikan asing yang dikawal oleh tiga kapal pengawas mereka. Kapal tersebut diduga merupakan pasukan penjaga pantai dari Tiongkok.

Ia pun sudah mengingatkan para prajuritnya agar tidak terpancing ketika bertemu dengan kapal pencari ikan dan penjaga perbatasan Tiongkok. Yudo mendorong agar para prajuritnya menggunakan upaya persuasif lebih dulu untuk mengusir kapal dari Tiongkok keluar dari perairan Natuna.

3. Nelayan dilarang menangkap kepiting di bawah berat rata-rata 150 gram

IDN Times/Istimewa

Edhy sempat mempertimbangkan terkait aturan penangkapan kepiting di laut yang harus memenuhi standar berat yaitu di atas 150 gram. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan.

Menurutnya politikus Gerindra ini, aturan batas berat penjualan kepiting tersebut akan dibedakan dengan budi daya. Hasil tangkapan dari budi daya, bisa dijual ke pasaran meskipun beratnya kurang dari 150 gram.

Baca Juga: Menteri KKP Klaim Izin Penggunaan Cantrang Ciptakan Lapangan Kerja

4. Cabut larangan cantrang untuk tangkap ikan

IDN Times/ Muchammad

Edhy pun setuju mencabut larangan penggunaan cantrang. Ia mengklaim keputusannya tersebut berpotensi menyerap tenaga kerja di kapal-kapal cantrang. "Dari pada awak-awak kita kerja jadi ABK di luar negeri, lebih baik mereka kerja di negeri sendiri. Kita awasi dan atur penggajiannya sehingga mereka diperlakukan secara baik," ujarnya seperti dikutip dari ANTARA, Senin (6/7/2020).

Edhy menyebut kapal-kapal cantrang yang tadinya menganggur akan kembali melaut. Kondisi itu jelas akan membuat kapal-kapal tersebut akan membutuhkan tenaga kerja. Sejalan dengan kebijakan tersebut, KKP juga telah mempermudah perizinan kapal melalui aplikasi Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (SILAT) yang bisa diakses 24 jam.

Mantan anggota DPR ini mengungkapkan bahwa ke depannya penggunaan cantrang akan diatur berdasarkan zonasi penangkapan. Keputusan itu diambil agar nelayan kecil dan nelayan besar tidak bersinggungan.

Selain itu, KKP juga akan mengatur panjang tali cantrang hingga ukuran jaring juga diatur untuk menghindari eksploitasi sumber daya laut. Edhy menyampaikan bahwa pihaknya telah menemui ahli kelautan, pelaku usaha serta pemangku kepentingan terkait lainnya.

Baca Juga: 5 Hal tentang Cantrang Nelayan yang Penggunaanya Dilarang Menteri Susi

5. Impor garam

Ilustrasi garam (IDN Times/Ita Malau)

Selanjutnya adalah kebijakan impor garam. Pada awal tahun 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah memutuskan kuota impor garam untuk tahun ini naik menjadi 2,9 juta ton dari kondisi 2019 sekitar 2,6 juta ton.

Pelaksana tugas Dirjen Pengolahan Ruang Laut, KKP Haryo Hanggono mengungkapkan naiknya kuota impor garam sudah menjadi kesepakatan saat rapat koordinasi terbatas bersama Kemenko Perekonomian di Jakarta belum lama ini.

Ia berdalih kenaikan impor garam karena selaras dengan adanya pertumbuhan industri yang ada saat ini. "Kuota impor garam yang naik karena ada pertumbuhan industrinya ada yang 6 persen, ada juga yang 13 persen. Jadi kuota impornya ada kenaikan 300 ribu. Tahun lalu 2,6 juta ton. Sekarang 2,9 juta ton," akunya, Jumat (31/1).

Edhy mengatakan, salah satu jenis garam industri yang masih belum bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri adalah yang mengandung chlor alkali plant (CAP). Pemerintah saat ini tengah menyiapkan lahan sebesar 400 hektare di Nusa Tenggara Timur untuk pengadaan garam jenis tersebut.

6. Izin pembuangan limbah tailing ke laut dinilai suatu kemunduran

Istimewa

Mantan Wakil Ketua Umum Bidang Konservasi dan Keberlanjutan KKP Chalid Muhammad menyoroti beberapa kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) setelah mundur dari jabatannya tersebut.

Salah satunya kemungkinan diizinkannya pembuangan limbah tailing ke laut (submarine tailing disposal). Chalid menilai langkah tersebut adalah kemunduran. Sebab, di banyak negara STD telah dilarang, termasuk Canada yang merupakan negara pertama yang mengizinkan STD.

"Saat ini ada empat perusahaan yang telah mengajukan izin dan ada 10 perusahaan lain sedang menanti peluang. Kami berharap Pak Menteri dapat terus mempertahankan wilayah perairan laut kita khususnya wilayah pengelolaan perikanan (WPP) bebas dari pembuangan limbah tambang," ungkap Chalid.

Baca Juga: Kisruh Izin Ekspor Benih Lobster, Ngabalin Minta Susi Tak Ikut Campur

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya